---

UROE peukan or uroe gantoe is the name for market day in Aceh, Indonesia. Each region in Aceh has its own weekend, for example in Kota Bireuen on Saturday, Tuesday in Geureugok, Wednesday in Peudada and Samalanga, Thursday in Matangglumpangdua and Jeunieb, and Sunday in Kutablang.

Sunday is also a weekend in Krueng Geukueh, Aceh Utara, and in Luengputu, Pidie Regency. In other districts in Aceh, uroe peukan is also held at different times.

Weekends can be seen from three main aspects, namely economic, social and cultural. On that day, people from various villages came in droves to buy various necessities. Traders also started selling various types of goods that the community needed. Many people's needs that cannot be obtained on weekdays are easily obtained on weekends.

From a social aspect, uroe peukan is a moment of community interaction that is not only about economic and trade interests. Community meetings from various villages, from various sub-districts, even from various districts, strengthen social networks between them.

Uroe Peukan is a momentum for interaction, sharing information and news, and strengthening each other. From these economic and social interactions, there are also cultural interactions within society. They form a naturally occurring economic, social and cultural ecosystem.

Life on weekends is the essence of the uroe peukan dance. The dancers depict the busyness of the weekend. They sell various community needs in a simple way on the side of the road or in the market. The property used shows a more complete range of household needs than on normal days.

The dance opens with traders selling household goods. Then there were other dancers selling different items. They carried the merchandise at the head of the floor and placed it at the back of the stage.

Other dancers perform movements as buyers. They bargain for goods as is often seen in activities at traditional markets. Bargaining activities show strong social interactions between sellers and buyers that are not present in modern markets where the price of an item is determined from the start and there is no haggling.

The props used in this dance are various necessities that are easy to transport to the stage, including kitchen necessities. Overall, from start to finish the movements displayed depict the bustling, boisterous life of Uroe Peukan, and form an ecosystem that strengthens the economic, social and cultural life of the Acehnese people.[]

---

---

---

Interaksi Ekonomi, Sosial, dan Budaya dalam Tarian Uroe Peukan

UROE peukan atau uroe gantoe merupakan sebutan untuk hari pasar di Aceh. Setiap daerah di Aceh memiliki hari pekan tersendiri, misalnya di Kota Bireuen pada hari Sabtu, hari Selasa di Geureugok, Rabu di Peudada dan Samalanga, Kamis di Matangglumpangdua dan Jeunieb, serta Minggu di Kutablang.

Hari Ahad juga menjadi hari pekan di Krueng Geukueh, Aceh Utara, dan di Luengputu, Kabupaten Pidie. Di kabupaten lainnya di Aceh, uroe peukan juga digelar dalam waktu berbeda.

Hari pekan bisa dilihat dari tiga aspek utama, yakni ekonomi, sosial, dan budaya. Pada hari itu, masyarakat dari berbagai desa berbondong-bondong datang untuk membeli berbagai kebutuhan. Pedagang pun menyemut menjajakan berbagai jenis barang kebutuhan masyarakat. Banyak kebutuhan masyarakat yang tidak bisa diperoleh pada hari biasa, dengan mudah didapatkan pada hari pekan.

Dari aspek sosial, uroe peukan menjadi momen interaksi masyarakat yang tidak melulu tentang kepentingan ekonomi dan perdagangan. Pertemuan masyarakat dari berbagai desa, dari berbagai kecamatan, bahkan dari berbagai kabupaten, memperkuat jaringan sosial di antara mereka.

Uroe peukan menjadi momentum untuk berinteraksi, saling berbagi kabar dan berita, dan saling menguatkan. Dari interaksi ekonomi dan sosial tersebut, terselip juga interaksi budaya di tengah masyarakat. Mereka membentuk sebuah ekosistem ekonomi, sosial, dan budaya yang terbentuk secara alamiah.

Kehidupan pada hari pekan itulah yang menjadi inti sari dari tarian uroe peukan. Para penari menggambarkan kesibukan pada hari pekan. Mereka menjajakan berbagai kebutuhan masyarakat yang digelar secara sederhana di pinggir jalan atau di pasar. Properti yang digunakan menunjukkan aneka kebutuhan rumah tangga yang lebih lengkap dibandingkan pada hari-hari biasa.

Tarian dibuka dengan pedagang yang menjajakan barang kebutuhan rumah tangga. Kemudian hadir penari lain yang menjajakan barang berbeda. Mereka mengusung barang dagangan di kepala lantai meletakkannya di sisi belakang panggung.

Penari lain menampilkan gerakan sebagai pembeli. Mereka melakukan tawar-menawar barang sebagaimana sering terlihat dalam kegiatan di pasar tradisional. Kegiatan tawar-menawar memperlihatkan interaksi sosial yang kuat di antara penjual dan pembeli yang tidak terdapat dalam pasar modern di mana harga sebuah barang sudah ditentukan dari awal dan tidak ada tawar-menawar.

Properti yang digunakan dalam tarian ini adalah berbagai kebutuhan yang mudah diangkut ke panggung, termasuk kebutuhan dapur. Secara keseluruhan, dari awal sampai akhir gerakan yang ditampilkan melukiskan kehidupan uroe peukan yang ramai, riuh, dan membentuk sebuah ekosistem yang memperkuat kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Aceh.[]

---

---