Cerbung: Bangunan Aneh

in Indonesia3 years ago (edited)

25146958.jpg

Sebelum kami mendengar teriakan keras dari luar perpustakaan yang baru dibangun di selatan kampus, aku dan ketiga temanku tengah dalam perdebatan. Apa yang kami perdebatkan adalah estetika perpustakaan itu sendiri, aneh dan unik. Meskipun aku banyak diam dan sesekali membuka dan menutup buku, aku menyimak apa yang mereka katakan. Kau tau? Sungguh tak asik berdebat di dalam perpustakaan; membisik dengan kepala terpusat ke tengah meja. Sejak pertama kali diresmikan, mahasiswa berbondong-bondong ke sana. Dan kami, jika bukan karena Is pasti juga sudah masuk ke sana. “Tunggu sepi aja wak, dua Minggu lagi kita masuk!” aku hanya bisa menikmati perpustakaan aneh itu dari unggahan teman-teman di sosial media. Dan hari ini, kami di dalamnya.

Bagaimapun, bagunan itu telah mengundang perdebatan tak hanya di antara dosen-dosen dan mahasiswa di Fakultas Desain. Orang dalam kampus yang bukan dari bidang seni bangunan juga turut menyampaikan komentarnya, tentu, banyak dari mereka mengangguminya. Ini berbeda di Fakultas Desain, para dosen berdebat soal bagunan ini. Perdebatan mereka tidak jauh-jauh menyoal, siapa lebih penting, fungsi mengikuti bentuk atau bentuk mengikuti fungsi? Celakanya, perdebatan itu berbuntut panjang ke ruang kelas!

“Kalau dari dalam, ini klasik banget?” kata Zulaicha.

“Jangan kau cocok-cocokan!” balas Amran, “Bagunan ini memang jelek luar dalam…..”

“Aaaaaaaaaahhh!” suara teriakan dari laur perpustakaan.

Kami serentak melihat keluar dari jendela. Di luar sepi. Hanya ada lelaki duduk di bangku dekat dengan trotoar, menghadap ke jalan. Aku ragu suara tadi berasal dari lelaki itu. Tapi, sejurus kemudian, seperti ada sebuah ledakan dari kepalanya.

“Aaaaaaaaaaahhhh!” lelaki itu bangkit dari bangku, mondar-mandir dan mengeluarkan rokok dari saku kemajanya.

“Itu bang Bogut!” kata Zulaicha sembari menyibak gorden untuk memastikan lagi.

#*#

Aku bertemu Bogut pertama kali pada sebuah seminar di Fakultas kami. Ia dua tahun lebih tua dariku, dan saat itu ia sudah tahun keempat perkulihan. Rambutnya yang gondrong diikat kebelakang, ia memakai jacket coklat dan di dalamnya kaos polos. Celananya juga berwarna coklat dan punya dua kantong kiri-kanan di dekat lutut. Aku duduk satu kursi berselang di samping kirinya. Bogut tersenyum ke semua orang yang ia kenali dalam ruangan ini. Suasana di aula fakultas saat itu masih belum ramai. Mahasiswa yang di sampingku, tiba-tiba bangkit. Aku menatap ke arah Bogut, ia senyum. Kami bersalaman.

“Aku juga mahasiswa desain bagunan,” kataku.

“Oh ya, salam kenal. Kau tertarik juga cerita-cerita masa lalu tentang bangunan?”

“Mudah-mudahan aku suka.”

Satu per satu mahasiswa mulai masuk. Ruangan jadi padat. Petugas aula sempat menambah beberapa kursi di barisan belakang. Seminar di jam pagi begini memang selalu penuh. Para dosen biasanya, menyuruh mahasiswa hadir sebagai penganti materi di kelas. Atau mahasiswa yang memintanya untuk memindahkan kelas ke seminar. Jika bukan karena suka dengan pematerinya atau para mahasiswa malas mendengar penjelasan dosen yang bertele-tele dan membosankan!

catatan: tunggu kelanjutan ceritanya minggu depan, insyaallah.

sumber foto: https://www.vitra.com/en-us/about-vitra/campus/architecture/architecture-vitra-design-museum

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.11
JST 0.031
BTC 68465.88
ETH 3766.15
USDT 1.00
SBD 3.66