Meet the Poet Din Saja After 24 Years | Bersua Sang Penyair Din Saja Setelah 24 Tahun |

in #indonesia6 years ago

Din Saja_01.jpg


At the Banda Aceh Cultural Park, I sat down with the Din Saja poet. Just the two of us above the stage house in the courtyard of the Taman Budaya (read: Cultural Park). People are passing around us. Din Saja criticized my criticism that was posted in Serambi Indonesia, a daily in Banda Aceh. We talked at length about poetry, short stories, and the creative process.

It happened in 1994 ago. After that I never met again with Din Saja poet. Occasionally, we just communicate and greet each other on social media. But we never met face-to-face because of their busy work.

While I was enjoying coffee at Taman Ismail Marzuki Steemit Corner, Jakarta, on Wednesday 9th May 2018 at 20.00 I was surprised Suddenly Din Saja appeared with a white shirt and backpack. I have been listening to Bang Din (so familiar), is sick. His hands are difficult to move, but do not hinder his creativity in writing and reading poetry.

That night became a surprise night for me because I met again with Bang Din Saja in the midst of poets and Steemians like @musismail, @ibedzubaidah (she already have an account but no posts), @willyana, @zaimrofiqi, there is also @beladro, and @apilopoly. We sipped coffee at the Steemit's Corner. The discussion is not just a mere Steemit, but extends to literary and poetry topics.

Din Saja original name Fachruddin Basyar, is a poet from Aceh born January 31, 1959. His works have been adorned various local and national media in Indonesia. His book Hanya Melihat Hanya Mengagumi (read: Only Seeing Only Admire, set as the Selected Winner of the Day of Poetry Indonesia with four other poets. I often read the poems of Din Saja in various print media.

The presence of Din Saja in Jakarta, also in order to read poetry at Taman Ismail Marzuki on May 12, 2018 at 20.00. Unfortunately, I have left Jakarta so I can not witness the reading of the poem Din Saja he wrote since 1993 until 2016. Poetry reading is done through music, movement, and multimedia. I have never seen such a mix.

There is also the title poem is Kepada Penyair, Sajak Kepada Pikiran, Kepada Tanah Kelahiran, Kepada Manusia, Kepada Serambi Mekkah, Ode Buat Teungku Bantaqiah, Kepada Pengungsi, Kepada Gusdur, Kepada Kautsar, Kepada Republik, Kepada Perang, Kepada Otto dan Kautsar, Kepada Malik Machmud, Kepada Bahrein T Sugihen, Kepada Mualem, Kepada Muhammad Nazar, Kepada Hasan Tiro, Kepada Irwandi Yusuf, and Kepada Lupa.

Many of the poems are addressed to the figures, both in Aceh and national figures. I hope that the reading of Bang Din Saja's poetry gets a wide appreciation from various circles. I admire Din Saja who still dedicates his life to the arts activities in the ongoing dynamics of life.[]

Din Saja_02.jpg


Bersua Penyair Din Saja Setelah 24 Tahun

Di Taman Budaya Banda Aceh, saya duduk bersama penyair Din Saja. Hanya kami berdua di atas rumah panggung yang ada di halaman Taman Budaya. Orang berlalu-lalang di sekitar kami. Din Saja mengkritik kritikan saya yang dimuat di Serambi Indonesia, sebuah harian terbitan Banda Aceh. Kami berbincang panjang lebar mengenai puisi, cerpen, dan proses kreatif.

Itu terjadi pada 1994 silam. Setelah itu saya tidak pernah bertemu lagi dengan penyair Din Saja. Sesekali, kami hanya berkomunikasi dan saling menyapa di media sosial. Tetapi kami tidak pernah bertemu langsung karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Ketika sedang menikmati kopi di Pojok Steemit Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada Rabu 9 Mei 2018 pukul 20.00 saya kaget tiba-tiba Din Saja muncul dengan kaos putih dan ransel. Saya sudah lama mendengar Bang Din (demikian sapaan akrabnya), sakit. Tangannya sulit digerakkan, tetapi tidak menghalangi kreativitasnya dalam menulis dan membaca puisi.

Malam itu menjadi malam yang penuh kejutan buat saya karena bertemu lagi dengan Bang Din Saja di tengah para penyair dan Steemians seperti @musismail, @ibedzubaidah (dia sudah punya akun tetapi belum ada postingan), @willyana, @zaimrofiqi, juga ada @beladro, dan @apilopoly. Kami menyesap kopi di Pojok Steemit. Diskusinya bukan hanya Steemit semata, tetapi meluas sampai topik sastra dan puisi.

Din Saja yang bernama asli Fachruddin Basyar, adalah penyair asal Aceh kelahiran 31 Januari 1959. Karya-karyanya sudah banyak menghiasi berbagai media lokal dan nasional di Indonesia. Bukunya Hanya Melihat Hanya Mengagumi, ditetapkan sebagai Pemenang Terpilih Hari Puisi Indonesia bersama empat penyair lainnya. Saya sering membaca puisi-puisi karya Din Saja di berbagai media cetak.

Kehadiran Din Saja di Jakarta, juga dalam rangka membaca puisi di Taman Ismail Marzuki pada 12 Mei 2018 pukul 20.00. Sayang sekali, saya sudah meninggalkan Jakarta sehingga tidak bisa menyaksikan pembacaan puisi Din Saja yang ia tulis sejak 1993 sampai 2016. Pembacaan puisi dilakukan melalui musik, gerak, dan multimedia. Saya belum pernah menyaksikan perpaduan tersebut.

Ada pun judul-judl puisinya adalah, Kepada Penyair, Sajak Kepada Pikiran, Kepada Tanah Kelahiran, Kepada Manusia, Kepada Serambi Mekkah, Ode Buat Teungku Bantaqiah, Kepada Pengungsi, Kepada Gusdur, Kepada Kautsar, Kepada Republik, Kepada Perang, Kepada Otto dan Kautsar, Kepada Malik Machmud, Kepada Bahrein T Sugihen, Kepada Mualem, Kepada Muhammad Nazar, Kepada Hasan Tiro, Kepada Irwandi Yusuf, dan Kepada Lupa.

Banyak puisi tersebut ditujukan kepada para tokoh, baik di Aceh maupun tokoh nasional. Saya berharap pembacaaan puisi Bang Din Saja mendapat apresiasi yang luas dari berbagai kalangan. Saya mengagumi Din Saja yang tetap mendedikasikan hidupnya kepada kegiatan seni dalam dinamika kehidupan yang terus berlari.[]


Din Saja_04.jpg



Badge_@ayi.png

follow_ayijufridar.gif

Sort:  

Saya mencoba menghayati pemaparan anda dan saya menemukan kangen yang begitu dahsyat dan saya menemukan anda sebagai seorang sahabat yang begitu peka dalam mengenali sosok Din Saja perkenalan dan kekaguman serta harapan yang terdetak anda urai dalam tulisan sehingga steemian lain bisa merasakan pemikiran yang begitu hidup. Salam kenal dari @hafifi Blega Bangkalan

Dari Bangkalan @hefifi? Begitu jauh dari Aceh yang ada di ujung Barat Sumatera. Saya pernah ke Sumenep pada 1999 lalu dan melintasi sedikit Madura pada awal 2018 silam.

Terima kasih atas komentarnya. Saleum dari Aceh.

great poet. i love his poem

Thanks so much.

Alhamdulillah, silaturahim yang terjaga dengan cinta dan karya

Karya sastra merupakan salah satu media untuk mengikat silaturahim dengan sesama penulis, saya pikir begitu @andrianhabibi. Selama kita masih menulis, silaturahim tetap terjalin.

Setiap postingan bg @ayijufridar selalu menjadi motivasi bagian steemian pemula, layaknya seperti saya.😁

Terima kasih @benimardaniat kalau memang bisa memberikan motivasi. Sesungguhnya, ketika memberikan motivasi kepada orang lain, ita sedang mengisi daya bagi diri sendiri.

Sama-sama bang, semoga sehat selalu memberi motivasi kepada kami.

wah, saya gak menyangka ternyata lama tak ketemu Bang Din Saja. Alhamdulillah itu menjadi silaturahmi yang hangat dan bermakna Saya sendiri sering bertemu dengannya di berbagai tempat, entah di Aceh atau di Jakarta.

24 tahun memang bukan waktu yang singkat Bro @musismail. Alhamdulillah, saya bisa bertemu dengan Bang Din Saja di Pojok @steemit dalam suasana yang santai, tetapi tetap produktif dan kreatif.

bang ayi memang hebat, i like it

Ah, @zafar82 bisa saja. Saleum @zafar82 dan tetap semangat di @steemit.

bang ayi tolong dong kalau ada discord yang membantu kita secara cuma-cuma dan kirim linknya

Penyair kebanggaan Aceh
Semoga selalu sehat dan terus berkarya

Bang Din memang memiliki energi luar biasa dalam berkarya @bennpoelem. Semoga tetap diberi kesehatan agar terus produktif.

Apa tips nya biar tulisan kita tembus di harian lokal gitu bg?

Setiap media memiliki standar dan visi sendiri dalam menerima setiap karya @jamanfahmi. Sederhananya, kalau kita tulisan tembus sebuah media, harus sering-sering membaca media tersebut.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 64455.55
ETH 3147.84
USDT 1.00
SBD 3.94