Golput bukan solusi bijak menyikapi dinamika politik

Akhir-akhir ini tampaknya, kampanye golput semakin menjadi-jadi. Katanya itu adalah bentuk protes mereka terhadap kinerja pejabat publik yang dianggap tidak memuaskan. Mirisnya, hal itu kebanyakan dipelopori oleh oknum-oknum intelektual yang saya kira kurang subjektif dalam mengambil tindakan.

Mereka menganggap golput sebagai solusi atas keburukan kinerja pejabat publik selama ini. Meski sebenarnya apa yang mereka pikirkan adalah sebaliknya. Justru golput yang mereka anggap solusi adalah sebuah masalah baru terkait demokrasi kita.

Bagaimana tidak, kampanye golput adalah sejatinya mengajak setiap orang untuk mengambil posisi agar tidak memilih atau ikut serta untuk tidak terlibat dalam alam pesta demokrasi. Itu adalah bagian pengkhianat demokrasi jika menurut hemat saya.

Pemilu adalah sebuah agenda demokrasi untuk memilih pemimpin baru untuk beberapa waktu tertentu. Lantas bagaimana posisi yang dipilih oleh orang-orang yang memilih golput? Apakah mereka tidak akan mengakui pemimpin yang akan lahir dari rahim demokrasi. Dan apakah mereka tidak ingin hidup dibawah pemimpi yang lahir dari rahim demokrasi?

Banyak pertanyaan yang ingin juga ajukan pada orang-orang yang pesimis dengan demokrasi. Kecewa pada pejabat masa lalu bukanlah golput. Tetapi bagaimana memilih pemimpin yang memiliki kejujuran, komitmen dan loyalitas untuk kesejahteraan kita. Bukan orang-orang yang hanya memikirkan kru mereka saja.