Dimensi Suci Ilmu

in #indonesia5 years ago (edited)

Menuntut Ilmu merupakan prilaku alami seorang Manusia dalam menjalani masa hidupnya. Ada yang mendapatkan Ilmu dari sekolah formal hingga ke universitas adapula, diberi kebebasan memilih bagaimana dia mendapatkan Ilmu mendapatkan dari guru-guru yang ditemuinya di lingkungannya, baik manusia melalui dialektika dan kontextual maupun alam tempat dia bernaung tanpa harus masuk sekolah formal atau universitas.

Pada hakikatnya Ilmu merupakan cahaya dari Tuhan kepada Makhluknya. Siapapun yang “benar-benar” memiliki cahaya itu maka akan mampu mengklasifikasi dan mengidentifikasi berbagai hal yang dimuat dalam Ilmu itu. Sehingga Ilmu dapat diartikan secara umum ialah sebagai cahaya yang menerangi Manusia, dalam membedakan mana yang baik atau yang buruk. Selain itu Ilmu merupakan kacamata untuk memahami ciptaan Tuhan beserta konsep yang ada di belakangnya.

Bagi yang telah memahami hakikatnya Ilmu secara umum, maka tercapailah suatu kesadaran bahwa Ilmu merupakan petunjuk jalan menuju menjadi kekasih Sang Pencipta. Bagi orang yang berIlmu, Segala fenomena yang dialami dan dirasakan akan menjadi stimulus untuk mendekat kepada Sang Pencipta. Setiap kali menyadari fenomena yang disekitarnya, Contoh, tahannya lautan untuk tidak menenggelamkan daratan, konsistennya segala jenis tumbuhan dalam menjalani masa hidupnya, puasanya hewan buas menahan laparnya, Sabarnya tebing-tebing curam menahan beban dirinya sendiri sehingga tidak longsor menimbun pemukiman yang berada di bawahnya. Kemudian, disiplinnya butiran-butiran partikel air dalam bekerja sama, sifat tawadu Gunung Berapi untuk menahan kekuatannya ketika menjalankan tugasnya dan beragamnya prilaku masyarakat, keinginan, ambisi di dalam sistem sosiologi dan antropologi lingkungan masyarakat, serta banyak fenomena lainnya.

Hal ini dikarenakan Ilmu merupakan materi yang suci langsung dari langit. Oleh karena itu bagi yang ingin mendapatkannya harus juga memiliki wadah yang suci.

Kalau wadah tidak kompatibel dengan Ilmu, maka akan terjadi anomali-anomali atau efek samping yang merusak wadah Ilmu yaitu tidak lain Manusia itu sendiri. Contohnya, Raja Firaun salah satu makhluk yang dilimpahkan kepadanya Ilmu oleh Sang Pencipta. Namun, karena wadah firaun tidak kuat menampung kompleksnya dan beratnya beban menjadi orang berilmu akhirnya terkena efek samping yang merusak. Yang mana Raja Firaun kehilangan kesadaran diri dan mengaku bahwa dirinya lah Tuhan.

Berbagai macam metode untuk mendapatkan Ilmu mulai dari a hingga z, namun ada garis merah yang mana semua metode tersebut memiliki pola yang sama. Yaitu, dalam menyerap Ilmu diperlukan suatu Pengetahuan tentang bagaimana seseorang memahami materi abstrak sebuah bahan mentah suatu Ilmu, dengan cara memahami dan menyampaikan secara lisan serta mampu menuangkan konsep Ilmu tersebut dengan cara menuliskannya agar dapat dipahami oleh yang mendapatkan hidayah Ilmu tersebut. Pengetahuan ini biasa disebut Sastra. Sastra merupakan cahaya untuk menembus gelapnya dinding Pengetahuan yang menyimpan Ilmu di dalamnya. Pengetahuan yang dipahami tanpa Sastra seperti mengerti lagu dengan nada yang indah namun tidak paham makna dan rasa lagu tersebut karena tidak paham liriknya, sehingga ketika nada yang lembut menjadi keras secara spontan menjadi asing di telinga yang membuat pendengar tidak lagi merasakan keindahan lagu yang sebelumnya dirasakan atau analogi lainnya, ketika seorang Profesor yang kagum dengan kecepatan program komputer mengolah data namun si Profesor itu tidak paham apapun tentang bahasa pemograman di belakang program komputer itu. Dengan bekal kemampuan Sastra apapun bahasa yang digunakan, baik itu menulis maupun beretorika Pencari Ilmu mampu menuangkan konsep dan gambaran Ilmu ke dalam lembaran-lembaran kertas dan kata-kata yang diucapkannya.

Setelah Sastra menerangi gelapnya Pengetahuan, seorang Pencari Ilmu diperlukan komponen lanjutan yaitu Matematika. Matematika berfungsi untuk menjaga kesadaran Manusia ketika Ilmu mulai akan masuk ke dalam wadah raga dan jiwa Manusia. Matematika merupakan batas-batasan dan kode mutlak sumber Ilmu berasal. Matematika merupakan suatu penjabaran kompleks suatu hukum-hukum yang dipaparkan Sang Pencipta ke Manusia dan segala Makhluknya, agar dapat mengukur takaran dan logika Ilmu masuk ke Manusia itu sendir. Matematika merupakan sistem mutlak dari Tuhan. Dan matematika membentuk Pencari Ilmu menjadi individu yang berpola pikir logis. Dengan matematika Pencari Ilmu akan dapat menjabarkan sebuah solusi dengan tepat dan terencana sehingga Manusia paham apa hakikat Ilmu dan mengerti pola-pola suatu konsep Ilmu diciptakan. Pola-pola, algoritma, dan template alam semesta yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta dan itu tidak dapat diganggu gugat. Mulai dari matahari yang terbit dari timur dan terbenam ke barat, Air yang mengalir dari tekanan tinggi ketekanan yang rendah dll. Dan semua itu hanya dapat dipahami dengan kacamata Matematika. Apabila dua komponen alat menggapai Ilmu ini lengkap dipahami oleh Sang Pencari Ilmu. Maka terbukalah gerbang Ilmu di dalam jiwa dan raganya, sehingga dimensi suci Ilmu dengan otomatis menaungi setiap sel-sel dan darah Pencari Ilmu. Selain itu Para Pencari Ilmu akan diberi kekuatan untuk memetik Ilmu-Ilmu yang disediakan oleh Sang Pencipta berupa pohon Ilmu, yang mana pohon tersebut menghasilkan buah Ilmu. Apabila buah tersebut dimakan maka sari Ilmu yang diserap oleh pencari Ilmu menjadi cahaya yang menerangi gelapnya kebodohan yang ada disekitarnya.

Sastra yang dilanjutkan dengan Matematika akan terus menjadi instrumen pendukung untuk melakukan inovasi, solusi dan melahirkan cabang-cabang Ilmu yang tak terhingga mulai dari Ekonomi, Sain, Seni, Budaya, Sosial dan segala Ilmu yang diterapkan tidak akan memberi dampak negatif kepada sang Pencari Ilmu. rasa sombong, dengki dan rasa tidak peduli melainkan akan dilupakan.

Banyak Cendekiawan sekarang telah lama melupakan hal ini. Tidak heran kalau saat ini Cendekiawan kita sibuk mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan jabatan dan kenaikan gaji. Betapa ironisnya kalau hal ini terus dijalankan. Bagaikan Katak Dalam Tempurung. Mereka tidak dapat lagi merasakan nikmatnya rasa menjadi orang berIlmu. Mereka tidak sadar kalau diri mereka tidak lagi bermanfaat di lingkungannya, merasa hebat karena sebatas mendapat lembar sertifikat, pujian, poin dan pengukuhan saja, namun minim dalam kontribusi yang lebih bermakna dalam kehidupannya sendiri apalagi kehidupan khalayak umum. Bagi teman-teman yang tidak merasakan pendidikan tinggi janganlah sedih apalagi berputus asa karena Ilmu itu tidak ada batasan tempat dalam mencarinya. Ilmu tidak hanya masuk kepada orang-orang yang bergelar pendidikan tinggi. Ketahuilah pemahaman pendidikan saat ini telah ngawur tidak karuan, parameter orang dikatakan berilmu pun berubah drastis, dan demi dikatakan lebih berilmu, mereka berani memakai definisi kata milik Tuhan yaitu “maha” disambung kata siswa. Dan mungkin saja para malaikat murka melihat fenomena ini dan menganggap peradaban ini yang paling berani kepada Tuhan.

Ilmu sejatinya tidak terikat oleh materi. Ilmu sejatinya tidak sepenuhnya diperoleh melalui pengorbanan materi yang besar-besaran sebagaimana yang dilakukan oleh para Cendekiawan yang mana mengejar Ilmu yang menjadi ambisinya. Dimana, ambisi tersebut dikendalikan oleh sifat yang ingin dihormati, jauh dari niat mengabdi. Terus lah menghasilkan karya-karya untuk diri Anda dan lingkungan di sekeliling Anda. Ingatlah penghargaan dan gelar sejati akan terus diberikan oleh Sang Pencipta bukan oleh para makhluk Sang Pencipta. Jadi sadarilah kalau audiensi kita dalam menjalani hidup bukan hanya makhluk-Nya namun juga Sang Pencipta. Dan hanya Sang Pencipta lah yang maha Adil dan Bijaksana.

Sort:  

✅ Enjoy the vote! For more amazing content, please follow @themadcurator for a chance to receive more free votes!

They say risk only comes from not knowing what you are doing.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 64513.75
ETH 3146.11
USDT 1.00
SBD 3.95