Review Buku Acehnologi Volume 3 Bab 22 (KERAK PERADABAN ACEH)

in #indonesia6 years ago (edited)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, pada kesempatan ini saya akan mengulas buku ACEHNOLOGI volume 2 pada bab ke- 22 yang berjudul Kerak Peradaban Aceh.

Pentingnya kesadaran masyarakat Aceh, kesadaran bangsa sangatlah penting untuk kemajuan atau membangun suatu bangsa, tidak mungkin suatu bangsa bisa maju tanpa adanya suatu kesadaran dari masyarakat, pada zaman dahulu saja teknologi tidak secanggih zaman sekarang, dan kenapa zaman sekarang ini muncul berbagai macam teknologi, yang mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya, jawabannya adalah karena adanya kesadaran dalam masyarakat. Proses kesadaran muncul dari adanya suatu spirit, being, dan action.20180530_111053 (1).jpg

Pada saat ini aceh sampai saat ini belum bisa mencapai zona nyamannya hampir setiap peristiwa sejarah terutama pasca abad ke-17, peristiwa sejarah yang ada selalu peristiwa konflik yang berujung tragedi berdarah, yang menjadi aktornya adalah manusia itu sendiri. Dan peristiwa peradaban di Aceh akan selalu di ingat dan tidak akan pernah hilang dari ingatan masyarakat, seperti yang kita ketahui bangsa Aceh pernah mencapai suatu kejayaan di masa lalu, seperti di zaman Sultan Iskandar Muda. Akan tetapi Aceh masih sangat sulit untuk bangkit dari keterpurukan.

Akan tetapi sangat sulit untuk kembali ke masa kejayaan tersebut. Sistem pemikiran masyarakat aceh tidak lagi mengutamakan spirit ke aceh an. Ketika masyarakat aceh tidak mengutamakan sistem pemikiran yang spirit ke acehan, maka kekuatan bangsa aceh sangat mudah rapuh dan pada akhirnya sangat mudah untuk di jatuhkan. Meskipun secara fisik bangsa aceh tidak kalah dari penjajah, yang pernah menjajah kita, akan tetapi secara mental aceh telah mengalami proses mundurnya kesadaran akan peradaban.

Ketika Aceh bergabung dengan NKRI, Dareah Aceh di beri gelar istimewa, dan gelar ini juga di berikan kepada daerah yogyakarta, namun menurut ureung tuha yang ada di daerah aceh pemberian gelar istimewa ini, hanyalah sebuah nama, tidak membuat bangsa aceh merasakan jati diri keacehan yang sesungguhnya, hakikat istimewa itu sendiri tidak di rasakan pada sebagian masyarakat Aceh, yang pada intinya, Walaupun Aceh di beri gelar istimewa, tetap tidaklah istimewa, karena yang istimewa itu tetap daerah yogyakarta, dan demikian halnya juga, pada saat Aceh di berikan gelar Nanggroe Aceh Darussalam. Sebenarnya gelar ini sudah adanya menunjukkan suatu indikasi bahwa cikal bakal lahirnya era keemasan seperti yang terjadi pada masa Kerajaan Aceh Darussalam. Namun apa boleh buat gelar ini hanyalah nama, dan tidak memberikan dampak apa2 bagi bangsa Aceh, sampai sekarang, Aceh tidak menunjukkan suatu keistimewaan yang ada padanya apalagi mencapai suatu kejayaan seperti terdahulu di zaman kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.

Banyak pemimpin yang muncul, akan tetapi tidak mampu menyelesaikan sesuatu yang masih rancu dari pertanyaan masyarakat Aceh, yang menginginkan untuk mewujudkan gelar yang pernah di beri kepada bangsa Aceh. Jika kita melihat di daerah yogyakarta yang sama halnya juga di beri gelar yang istimewa, mereka tetap padu, pusat kebudayaan, pusatnya di keraton. Mereka masih tunduk dan patuh akan perintah sultan, aspek spirit kebudayaan masih tetap mereka pertahankan.

Di sinilah persoalan muncul, sebenarnya bagaimana spirit keacehan bangsa Aceh itu sendiri, karena di Aceh sudah tidak adalagi sultan, kerajaan pun sudah runtuh, sehingga tidak ada lagi pusat peradaban kebudayaan, Walaupun di Aceh sendiri terdapat beberapa kerajaan Islam, namun itu semua hanyalah situs sejarah, pada era masa kejayaan Bangsa Aceh, Kerajaan di Aceh menganut spirit keislaman, spirit kebudayaan, dan spirit ilmu pengetahuan. Penggabungan ketiga spirit inilah yang membuat terlahir nya jati diri Bangsa Aceh yang sesungguhnya, sehingga bangsa Aceh mampu menunjukkan jati dirinya.

Dari spirit keislaman itu sendiri lahir suatu pemahaman yang menyatakan bahwa ajaran islam atau syariat islam harus di laksanakan secara kaffah atau menyeluruh, pemahaman ini di harapkan nantinya ajaran islam yang berisi syariat, hakikat dan makrifat, menjadi kekuatan politik. Akan tetapi pemahaman ataupun sistem pemikiran tersebut di rusak pada saat datangnya penjajah, sistem pusat kekuatan politik dalam hal ini kerajaan di runtuhkan oleh penjajah. Sultan adalah salah satu tokoh yang sangat berpengaruh bagi rakyat Aceh pada saat itu, maka posisi rajalah yang harus di singkirkan dari sistem pemikiran rakyat Aceh pada saat itu, dan pada akhirnya spirit islam dari kekuatan kerajaan Aceh menghilang dengan sendirinya.

Jika kita bandingkan dengan di daerah Jawa khususnya Yogyakarta, mereka masih mempunyai pusat pemerintahan, yang berpusat pada keraton. Ketika kita melihat di daerah daratan Eropa yang teknologinya sudah sangat canggih, akan tetapi mereka tetap saja terkesima ketika melihat Raja, Ratu, ataupun pangeran yang tampil di depan publik walaupun sudah ada teknologi dalam genggamannya seperti smartphone, ipad, dan lainnya. Bukan hal itu saja, ada satu fenomena yang sangat menarik, di Thailand Raja dianggap sebagai perwujudan dari dewa dianggap sangat sakral, dan di Malaysia sendiri sistem pemerintahan kesultanan, masih di pertahankan hingga saat ini, karena di anggap akan mempertahankan kebudayaan islam.

Baik sahabat sekalian hanya itu yang dapat saya kaji pada bab ini semoga bermanfaat. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Coin Marketplace

STEEM 0.28
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 69942.87
ETH 3793.57
USDT 1.00
SBD 3.73