Ramadhan, Kenangan dan Penyesalan

in #indonesia6 years ago (edited)

1 Ramadhan 1439 Hijriah


Hujan mengguyur kota Takengon sejak sore sebelum Maghrib, mungkin pertanda alam juga menyambut Ramadhan dengan sukacita seperti aku_atau aku yang seperti alam.


17b60170183376124e61ff977a781d98.jpg
Sumber:


Rintihan jutaan butir hujan di atas seng seperti menyampaikan kerinduan langit kepada bumi, kerinduan yang ditumpahkan sedemikian rupa sehingga membentuk nada-nada yang terdengar sama menyayatnya seperti kerinduanku kepada Ramadhan.

Kerinduan yang begitu aku syukuri karena Ramadhan tahun ini aku masih disini, diberi kesempatan untuk berbenah diri, memperbaiki amalan, mempersiapkan diri menghadapi hari penghakiman.

Allahu Akbar!


Kuhabiskan waktu lebih lama dikamar mandi daripada hari-hari biasanya, ini malam pertama dari bulan paling mulia. Kupikir sebaiknya aku harus benar-benar bersih dimalam pertama Shalat Tarawih tahun ini, semata-mata aku ingin terlihat layak jika nanti kupanjatkan do'a dengan sungguh-sungguh dihadapan Rabbku.


Keluar dari kamar mandi kusampirkan handuk ke bahu, handuk biru langit yang sudah kugunakan sejak adik perempuanku menikah beberapa tahun lalu.

Handuk ini hadiah darinya, seingatku handuk lebar itu adalah salah satu dari sekian banyak kado pernikahannya, yang dia berikan sebagai hadiah padaku karena handuk lamaku yang biru gelap sudah retas termakan waktu.

Kini adik perempuanku sudah memiliki dua orang anak. Seorang anak laki-laki berumur 6 tahun yang rasa ingin tahunya luar biasa dan seorang gadis kecil berumur 4,5 tahun yang cantik seperti ibunya tetapi berhidung pendek.

Mereka sekeluarga hadir dirumah dalam momentum megang menyambut bulan puasa beserta dua keluarga lain_

Keluarga kakak tertuaku yang juga memiliki dua anak tetapi keduanya laki-laki, berumur 12 dan 6 tahun, serta keluarga kakakku yang nomor dua_yang juga memiliki dua orang anak. Seorang gadis remaja dan seorang anak laki-laki gendut berumur 8 bulan.

Kakak keduaku seharusnya memiliki tiga orang anak, tetapi anak keduanya sakit dan wafat beberapa tahun lalu saat masih berumur beberapa bulan. Semoga malaikat kecil kami mendapat tempat terbaik disisi Allah.


Dengan handuk masih di atas bahu dan sepotong celana pendek dibawah lutut berwarna hitam bergaris biru_ku sempatkan makan malam. Mengingat cuaca sedang hujan mungkin aku akan betah berlama-lama di masjid ba'da Tarawih nanti dengan perut terisi makanan hangat.

Duduklah aku di atas kekuden dengan menjepit piring berisi nasi dan ayam goreng megang ditangan kiri. Kubagikan sedikit adonan nasi dan lauk kedalam piring berwarna hijau di atas lantai di depanku.

Piring itu milik Grey dan ketiga anaknya yang masih kecil, kami berlima terbiasa makan bersama kecuali jika aku kebetulan berada diluar rumah saat tiba waktu makan.

Grey adalah induk kucing berwarna abu belang kuning yang tinggal dirumah bersamaku, kedua orangtua dan adik laki-lakiku.

Grey lebih dekat denganku daripada keluargaku yang lain. Sebabnya sekitar setahun yang lalu, saat Grey datang mengeong didepan pintu dapur rumah orangtuaku yang terbuka.

Kusapa dia dengan panggilan biasa untuk kucing..

Grey yang bertubuh kurus mengeong lesu hampir tidak terdengar, tetapi itu cukup untuk membuatku paham bahwa dia kelaparan dan kedinginan. Sekujur bulunya basah dan kotor, mungkin karena sudah cukup lama ditelantarkan di luar sana.

Diluar rumah hujan deras ketika Grey tidak menolak aku gendong kedalam rumah. Kukeringkan bulunya dengan handuk kecil yang biasa kupakai jika bepergian, kuhadiahkan saja untuk Grey karena aku sudah jarang bepergian.

Setelah memastikan bulu-bulu Grey bersih dan kering, kubasuh segenggam nasi dan kucampurkan dengan remasan ikan goreng diatas piring plastik berwarna hijau lantas kuletakkan di atas lantai dapur.

Kucing lebih suka nasi yang sudah dibasuh dan ditiriskan karena tidak lengket saat dijilat sebelum ditelan.

Bangsa kucing memang tidak mengunyah makanannya, mereka mencabik makanannya dengan taring lantas menelan atau menjilat jika makanannya cenderung lembut atau berbentuk remah-remah seperti nasi.


Screenshot_2018-05-18-05-25-21-419_com.whatsapp.png


Setelah setahun lebih tinggal bersama kami, kini Grey melahirkan tiga ekor anak. Yang sulung kupanggil dengan nama Cersey karena perempuan dan sikap liarnya, yang kedua jantan dan bermuka datar jadi kuberi nama Owen, dan karena kebiasaan menjilat apa saja yang ditemuinya_anak Grey yang bungsu aku beri panggilan Licker.



Kuabaikan Grey dan anak-anaknya yang masih mengeong minta tambahan makanan karena bagianku juga sudah habis. Waktu juga sudah hampir Isya jadi aku bergegas mencuci piring dan keluar dari dapur.

Kubuka lemariku yang terletak diruang tengah rumah, kupilihkan celana kain berwarna hitam, sebuah kaos hitam dan kemeja batik untuk menemaniku dimalam pertama Ramadhan 1439 Hijriah ini.

Tidak lupa kukenakan jaket polaar merah tebal milikku dan berangkatlah aku bersama Agung ke Mesjid Ruhama Takengon. Kami berangkat menggunakan motor matik milik Iwan.

Agung memacu kendaraan kami cukup cepat sehingga setibanya kami di Mesjid Ruhama, setelah wudhu masih ada waktu untuk Tahiyatul Masjid sebelum Shalat Isya dan Tarawih dimulai.

Ruhama penuh dengan jamaah, aku bersama Agung mendapat tempat di shaf kelima, cukup dekat untuk melihat penceramah.

Meskipun ternyata tidak ada siraman rohani malam itu, penceramah digantikan oleh pidato wakil bupati. Isi pidatonya hanya menceritakan prestasi dan berakhir dengan memamerkan sumbangan ambal dihadapan jamaah.

Urusan itu bukanlah urusanku, aku hanya sedikit kecewa. Harapanku mendengar ceramah dari Imam-Imam besar Mesjid Ruhama tetapi nyatanya malah disuguhi kampanye prestasi politik. Tidak bisakah Masjid dijadikan pengecualian dari hal-hal semacam itu, biarkan Masjid menjadi tempat ibadah dan silaturrahmi saja.


Tidak lama berselang ba'da Shalat Isya, Tarawih berjalan dengan cepat malam ini. Jumlah rakaatnya hanya delapan ditambah tiga rakaat witir.

Setelah berzikir sejenak, kupanjatkan doa yang cukup panjang kepada Rabbku. Kulantunkan puji syukur atas semua berkah yang telah aku terima dalam setiap denyut jadi. Kusadari betapa terkadang aku lupa bersyukur sehingga merasa tidak layak aku diberi Nikmat semelimpah ini.


IMG_20180517_215338.jpg
Sumber:


Nikmat Iman, Nikmat Islam, kesehatan, keluarga yang utuh, teman yang setia serta rejeki yang berlimpah.

Semakin tersungkur aku dalam penyesalan ketika kuingat baik-baik kemana saja aku selama ini, betapa Allah berlaku berlebihan karena masih saja melimpahkan kasih sayangnya sementara aku sering kali lupa padaNya.

Sering kali aku mendahulukan pekerjaan ketimbang menjawab panggilan Adzan, menunda menunaikan Shalat bahkan urung melakukannya dengan alasan duniawi.


Ramadhan 1439 Hijriah
Zainal | @zenangkasa

Sort:  

Semoga kota menjadi ornag yang lebib baik lagi.. Aaaamiiinn.

Semoga kak. Amiin

Damai membacanya

Damai juga menuliskannya bg

penyakit politikus Gayo seringkali menjadikan masjid sebagai sarana pengumpul massa nya. memuakkan sekali bang. semoga bg @zenangkasa nggak kayak gtu.

Ahahahaha, aku kan bukan tokoh politik Zar, aku tokoh fiksi..

hahahaha, yoooh abg nggak keh mendaftar keta 2019 ni ?

Bagienmu ya, aku nge genap

nong pe nge genap ta bg eh haha

yakin bang youh, sen e si gere genap ilen ini hahaha

lanjud kan kawan

Baiklah kawan

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.13
JST 0.033
BTC 63133.02
ETH 3043.69
USDT 1.00
SBD 3.63