H Nazaruddin Ibrahim, Irwandar, dan saya di sebuah restoran Mesir di Plaza Festival, Jakarta. Pertemuan yang tidak terencanakan begitu mahal harganya.

---

Jakarta is like a jungle of buildings that swallows its inhabitants to forget the time that passes quickly. In the midst of endless busyness, in the midst of various demands, Jakarta residents must sacrifice a lot of things that are actually more valuable: health, family, friends, and other beautiful moments.

Some people sacrifice health for money and some sacrifice money for health. Race with time and all the busyness for the purpose: money, rank, position, and welfare. And this is a race with no finish line.

In the middle of the roar of Jakarta, which never stopped during the day and night, I finally met with Bang Irwandar. He used to live in Lhokseumawe and worked at PT Arun NGL. After retiring from PT Arun because the company stopped operating, Bang Irwandar lived in Jakarta. Although we often go to Jakarta, we rarely meet because it is difficult to arrange the right time. Even when a few years ago Bang Irwandar lived in the Kalibata Apartment and I was often there to stay at the Haji Nazaruddin Apartment, I with Bang Irwandar only met twice, even then without planning. The first meeting was only just greeting because both were hunted for time.

When meeting at the Plaza Festival, Jakarta, Haji Nazaruddin also happened to go to that place which was indeed not too far from Taman Rasuna Apartments. Finally, Bang Irwandar and Haji Nazaruddin met at an Egyptian restaurant. Nearly 10 years in Jakarta, this can be said to be their first meeting.

That's how difficult it is to arrange meetings if it's not really urgent. Just to meet, there must be determination to sacrifice other matters.

No matter how busy, how cruel Jakarta is to force humans to become like robots, there are still things that cannot be lost: love, family, and brotherhood.[]

---

---

---

---

Ditelan Belantara Jakarta

Jakarta ibarat belantara gedung yang menelan penghuninya hingga lupa waktu yang berlalu dengan cepat. Di tengah kesibukan yang tiada habisnya, di tengah berbagai tuntutan, penghuni Jakarta harus mengorbankan banyak hal yang sesungguhnya lebih beharga: kesehatan, keluarga, sahabat, dan momen-momen indah lainnya.

Ada orang mengorbankan kesehatan demi uang dan ada yang mengorbankan uang demi kesehatan. Perlombaaan dengan waktu dan segala kesibukan itu untuk tujuan: uang, pangkat, jabatan, dan kesejahteraan. Dan ini adalah perlombaan yang tidak ada garis finisnya.

Di tengah deru Jakarta yang tak pernah berhenti sepanjang siang dan malam, saya akhirnya bertemu dengan Bang Irwandar. Dulunya beliau tinggal di Lhokseumawe dan bekerja di PT Arun NGL. Setelah pensiun dari PT Arun karena perusahaan itu berhenti beroperasi, Bang Irwandar tinggal di Jakarta.

Meski sering ke Jakarta, kami jarang bertemu karena sulitnya mengatur waktu yang pas. Bahkan ketika beberapa tahun Bang Irwandar tinggal di Apartemen Kalibata dan Saya pun sering di sana menumpang di Apartemen Haji Nazaruddin, saya dengan Bang Irwandar hanya bertemu dua kali, itu pun tanpa perencanaan. Pertemuan pertama malah hanya sekadar bertegur sapa karena sama-sama diburu waktu.

Ketika bertemu di Plaza Festival, Jakarta, secara kebetulan pula Haji Nazaruddin ke tempat itu yang memang tidak terlalu jauh dari Apartemen Taman Rasuna. Akhirnya, Bang Irwandar dan Haji Nazaruddin bertemu di sebuah restoran Mesir. Hampir 10 tahun di Jakarta, bisa dikatakan ini pertemuan pertama mereka.

Begitulah sulitnya mengatur pertemuan jika tidak benar-benar mendesak. Sekadar bertemu saja, harus ada keteguhan hati untuk mengorbankan urusan lain.

Sesibuk apa pun, bagaimana pun kejamnya Jakarta memaksa manusia menjadi seperti robot, tetap saja ada hal-hal yang tidak boleh hilang: cinta, keluarga, dan persaudaraan.[]