Pembiasan Makna Bakat dan Tekad

in #life5 years ago (edited)

Saat ini tidak dapat dipungkiri, masyarakat global menganggap bahwa era globalisasi dinilai maju, tepat, akurat, ampuh dan canggih dibanding era-era sebelumnya. Anggapan tersebut secara tidak langsung membentuk pola pikir yang menganggap bahwa masyarakat saat ini adalah masyarakat yang superior, mereka banyak mengira bahwa masyarakat moderen adalah masyarakat yang memiliki peradaban terbaik sejak nabi adam diciptakan.

Tingginya rasa percaya diri masyarakat saat ini membuat masyarakat saat ini mengalami doktrinisasi baik dari luar dirinya maupun dalam dirinya bahwa mereka mengaggap tidak ada yang benar, tidak ada yang shahih, tidak ada kebenaran dan kemanfaatan teori, pola pikir dan teknologi yang mampu menggantikan peradaban globalisasi masyarakat modern saat ini. Dalam arti lain untuk memperoleh tujuan hidup, menyusun argumen untuk memilih sesuatu atau untuk melakukan justifikasi mana yang baik dan buruk banyak masyarakat modern mengira bahwa hanya dengan cara motode yang ditawarkan oleh Globalisasi yang pantas digunakan, teknologi dan ide-ide leluhur mereka dianggap kuno tak berfungsi lagi sama sekali baik dalam segi bentuk maupun dari segi fungsi.

Masyarakat pada umumnya mudah mencerna dan menerima sebuah ide hingga menjadi dogma untuk menerima metode globalisasi yang sering bermuara ke industri kapitalis dan penumpukan harta untuk hidup mewah. Hal ini biasanya mudah diterima masyarakat pada umumnya dikarenakan metode globalisasi menawarkan tidak perlu nilai yang penting berfungsi. kuantitas adalah hal utama kualitas tak usah dipikir, kalau ada yang instan kenapa memilih yang rumit, dan apa untungnya. apakah dapat harta, HP mewah, Rumah mewah imbalannya bikik kaya apa tidak. Buaian ini menimang-nimang masyarakat dalam kenyamanan, sehingga tanpa disadari akalnya tertidur dan pikirannya menjadi tumpul. Dampaknya, manusia menjadi manja dan tidak ingin tahu tentang apa, kenapa, bagaimana, serta menyepelakan nilai luhur objek dan subjek yang ada disekitarnya, Hal yang terpenting tidak lain adalah duit dan memperoleh pengakuan dari orang-orang yang ada disekitar lingkungan sosialnya.

Teknologi/metode instan ini dipoles sedemikian rupa bawah metode ini tepat dan akurat, efektif dan efisiensi dalam pemanfaatannya. Namun tidak jarang mereka menutupi bahwa label itu hanya tepat untuk penggunaan dalam lingkup dan fungsi yang terbatas. Metode ini secara massif dilegalkan oleh masyarakat dunia mulai dari lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan bahkan para "cendekiawan" dan "tokoh agama". Hal ini dapat dilihat dari pemahaman sebuah murid yang bersekolah, jarang ditemui bahwa murid ingin sekolah tidak lain untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat seringkali ditemui fakta bahwa ternyata orang tua dan murid apabila ditanyakan apa tujuan mereka sekolah, dominan mereka menjawab untuk kerja, untuk memperoleh uang agar menjadi kaya dan sangat sedikit yang paham bahwa tujuan utama dari sekolah untuk menuntut ilmu.

Metode ini terus eksis dan dipakai oleh masyarakat global saat ini. Tanpa perhitungan dan kajian analisa resiko yang objektif, akhirnya metode ini berujung kepada fakta pahit yang tidak dapat terelakkan. yang mana akhirnya manusia menjadi makhluk partikular, skeptis dengan suatu yang baru, gamang memasuki dimensi holistik dan cenderung tidak berprinsip. Hal ini menyalahi kosmologi alam, yang mana manusia adalah makhluk sosial atau makhluk yang perlu mengenal dan memahami dengan satu dan lainnya.

Akibat egoisme yang tinggi, teknologi/metode ini dipaksakan untuk diterima dan dapat melebur masuk pada aspek sosial, lingkungan, ekonomi dan pendidikan. Namun kalau diuji datanya secara kuantitatif maupun kualitatif dengan kacamata etika riset dan penelitian, teknologi/metode ini bersifat seporadis dan sulit dikaitkan dengan aspek lainnya apalagi mendukung aspek lainnya.

Metode globalisasi digerakkan secara radikal dengan bahan bakar pemikiran menilai objek dan memahami objek mutlak berdasarkan mendahulukan asaz skeptis dan kemudian hanya diverifikasi dengan nalar induksi yang terbukti secara empiris. Penilaian empirisme ini dipersempit lagi dengan mencopot unsur rasionalitas dan spritual dengan cara mengunci dan mengatur receiver yang ada di diri manusia untuk menerima sesuatu di luarnya baik itu informasi, hidayah, hikmah dan ilham, harus dibuktikan berdasarkan nalar dan logika yang ada dan pernah dirasakan disekeliling penganut ideologi rasional/globalisasi, ketika dihadapkan dengan rasio yang diluar jangkuan wawasannya, maka dengan skeptis mereka menolak tanpa menghiraukan baik buruknya suatu ilmu.

Receiver mereka diatur agar mampu menerima suatu tipe gelombang saja dari berbagai jenis gelombang yang ada di semesta ini. Akhirnya pikiran mereka menghasilkan spektrum yang masih sempit untuk melihat luasnya ilmu dan pengetahuan di kosmis semesta. Akibatnya, manusia modern hanya dapat mengidentifikasi, menilai dan memahami sesuatu informasi hanya berdasarkan rasio dan empiris, untuk gelombang intuisi dan naluri ditolak mentah dan dikesampingkan secara membabi buta tanpa kritis terlebih dahulu dalam melihat dan memahami suatu informasi/wawasan dan ilmu.

Sejatinya penilaian akal, naluri dan pikiran tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Globalisasi dengan jargon instan memiliki instrumen pendukung salah satunya dinamakan internet. Pengiriman data melalui media elektronik yang disokong internet semakin mudah dan cepat. Hal ini seperti pisau bermata dua. satu mata pisau untuk mendukung kehidupan manusia sebagai manusia dan mata pisau satunya begitu tajam hingga dapat merobek bahkan mencincang kemanusiaan yang ada di dalam diri manusia hingga menjadi jeroan.

Salah satu contoh instrumen turunan dari internet yaitu media sosial. Dampak dari media sosial ini, membuat manusia bingung mana kehidupan sosial yang primer, sekunder dan mana yang tersier. Akibatnya, memicu terjadinya efek negatif dari penggunaan media sosial yaitu, kebingungan membedakan mana yang virtual dan mana yang nyata.

Di media sosial ini, semua orang bisa jadi apa saja. Ingin menjadi politikus, jadi preman, jadi pak ustadz, jadi tokoh nasional, seorang filsuf bahkan sufi. Ketika mereka difasilitasi kelengkapan menjadi apa saja di media sosial, mereka langsung menjadi kue instan yang muncul langsung tanpa melewati proses adonan, proses pematangan terlebih dahulu. Akibatnya pranata sosial ditengah masyarakat ngawur dan banyak terjadi penyimpangan prilaku. Contohnya ada orang yang suka menasehati orang lain di medsos menggunakan tulisan-tulisan mulia, nasehat-nasehat di caption atau personal massage yang dipsotingnya, namun ketika di dunia nyata yang bersangkutan malah tidak sanggup melakukan semua tulisan diposting. Bahkan yang bersangkutan seakan-akan amnesia. Tidak sadar, kalau yang bersangkutan pernah mengetahui kalimat mulia dan malah melanggar nilai-nilai mulai yang dituturkannya di dunia Medsos.

Kenapa hal ini bisa terjadi? hal ini terjadi karena adanya kebebasan di media sosial yang mana para pengguna dapat berpendapat tanpa ada batas-batas pengendalian. Mereka tidak diawasi mentor apalagi mursyid yang mengarahkan dimana batas untuk bebas berpendapat tersebut. Coba anda bayangkan zaman sekarang mana bajing**n dan mana ksatria sungguh sangat susah dibedakan. Disini saya menyoroti salah satu jargon bebas berpendapat yaitu semua manusia bisa jadi apa saja yang dia inginkan. Apa iya semua manusia bisa jadi apa yang dia inginkan? saya jawab bisa. semua itu bisa diperoleh dengan kerja keras. Namun, perlu diperhatikan ketika keinginan itu diperoleh apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan dan maksud keinginan tersebut terpenuhi hakikatnya? Kalau hanya keinginan yang tercapai, tanpa adanya kesadaran tujuan tercapainya keinginan tersebut. Alamak bisa karamlah kapal ini

Misalnya, Saya ingin jadi Caleg. Untuk menjadi caleg perlu syaratnya harus jadi investor di Parpol tersebut. Maka, dari awal Saya bekerja keras dengan membuka usaha menjual peralatan elektronik. Dengan tekun dan ulet Saya berjualan, hingga pada titik tertentu Saya bisa melamar sekaligus menjadi investor atau kandidat Caleg di sebuah Parpol. Event Organizer Parpol merancang kampanye untuk Saya begitu megahnya sehingga saya bisa kampanye dimana-mana, wajah saya dipampang di setiap baliho perempatan jalan utama perkotaan dan pohon-pohon di pedesaan deket tempat tinggal saya untuk merayu Rakyat agar menyoblos Saya. Singkat cerita Saya terpilih menjadi wakil rakyat. Kemudian dengan bangga Saya jalani kehidupan menjadi seorang wakil rakyat. Lama kelamaan Saya menyadari ternyata gajinya sangat kecil dan kerjanya sangat membosankan karena tugasnya melayani, toh dulu Saya bos di toko Saya, sekarang malah diminta melayani rakyat jelata.

Mengerti hal itu, perlahan muncullah permasalahan satu persatu yang berujung pada kebingungan bagaimana caranya biar modal Saya balik. Pikiran Saya mulai gagal fokus dalam melayani masyarakat. karena harta kekayaan Saya digadaikan akhirnya Saya fokus kembali pada toko yang lebih banyak memproduksi harta untuk melunasi semua hutang yang saya tanggung. Akhirnya, saya bersikap sikap acuh tak acuh dengan tanggung jawab yang dulunya pernah Saya bersumpah untuk menjalankan amanahnya dengan sebaik-baiknya.

Itulah salah satu contoh tekad seseorang menjadi Caleg namun karena tidak mengerti tujuan dan tidak berbakat akhirnya daya tahan menjadi seorang wakil rakyat ketika diuji dengan tantangan khusus sebagai wakil rakyat, mengakibatkan saya pedagang biasa hidup dengan orientasi bisnsis tidak kuat melewati ujian sebagai wakil rakyat yang orientasinya mengayomi, melayani dan berkorban untuk rakyat agar untuk menjamin rakyat tidak ditipu oleh negara.

Cerita tadi merupakan contoh kalau orang yang memiliki tekad itu, tidak akan pernah bisa menyamai atau compatible layaknya orang berbakat. Banyak sekarang orang yang memiliki tekad mengejar cita-citanya, ketika meraih cita-citanya namun mereka tidak bisa mencapai apa tujuan cita-cita tersebut, maka tidak heran kalau sekarang banyak Hakim yang tidak adil, Dokter yang kapitalis. Kemudian Guru yang takut ke anak didiknya, Aparat Keamanan yang mengacaukan keamanan, Pemimpin yang serakah dan banyak lagi (contoh lain, silahkan tulis di kolom komentar). Hal ini menunjukkan satu bukti, ternyata mereka yang tidak berbakat menjadi seseorang yang dicita-citakannya akan membahayakan tatanan keseimbangan kehidupan.

Beda dengan orang yang berbakat. Contohnya para pendiri dan guru bangsa Indonesia. Mereka merancang UUD 1945 dalam waktu 24 jam dan itupun sudah bisa terbit dipublikasikan ke publik dan bermanfaat sesuai tujuan dibuatnya regulasi tersebut. Hal ini terjadi karena UUD 1945 dikerjakan oleh orang-orang yang berbakat.

Bakat merupakan Anugerah dari Sang Pencipta yang tidak bisa anda ganggu gugat.

Masing-masing makhluk memiliki bakatnya masing-masing dan Sang Pencipta telah menentukan batasan dan porsinya dengan adil. Ini merupakan Anugerah dari sang pencipta agar terciptanya Manusia yang saling mengisi satu sama lain. Coba anda bayangkan kalau dalam pertandingan sepak bola semua pemain memiliki bakat yang sama sebagai penjaga gawang, apakah bisa jadi seasik ini, film sepak bola sekarang.

Contoh lain Slash seorang ex gitaris Guns and Roses dan sekarang tidak mungkin menjadi pemain Bass. mungkin saja kalau dulu dia memaksakan diri untuk menjadi pemain Bass maka beliau tidak akan pernah terkenal hingga saat ini. Bakat tidak bisa dibuat melainkan hanya bisa diasah itupun apabila Anda telah menemukan bakat sejati pada diri Anda masing-masing.

Dalam menelusuri apa bakat yang ada pada diri Anda, Anda perlu belajar dan ada yang mendampingi oleh orang yang berpengalaman. Secara umum hal ini telah diatur oleh Agama, baik itu Yahudi, Nasrani, Islam, Budha dan Agama lainnya. Setiap Agama meminta umatnya untuk terus intropeksi diri, ada yang dengan cara ritual menyendiri, sembahyang, dimana pada kondisi ini seseorang diminta untuk meniadakan dirinya dengan berpuasa. Apabila tujuan sembahyang diperoleh maka informasi dari langit dengan lancar dapat diterima oleh pikiran anda dan dan akal Anda dapat diakses dengan jernih sehingga pikiran dapat terintegrasi dengan baik tanpa konflik dengan sinyal gangguan yang muncul dari keinginan duniawi.

Apabila hal ini telah dicapai maka secara otomatis seseorang akan mendapati cahaya yang menuntunnya untuk menemukan dimana letak koordinat bakatnya. Selain itu cara menentukan bakat bisa juga diperoleh dengan melacak nasab keluarga besar kita. Contohnya di Budaya timur terlepas dari ajaran Agama monoteisme, disini dari dulu telah diatur baik dari segi sosiologi maupun antropologinya. Contohnya bangsa Indonesia, memiliki cara menentukan bakat dirinya dengan cara melihat bagaimana dulu kehidupan Nenek moyangnya, lebih cenderung kemana, ketika telah menemukan kecenderungan trah keluarganya hal ini dapat dijadikan salah satu alat untuk pemetaan potensi bakat diawal. tidak semestinya bakat nenek moyang dan penerusnya sama namun hal ini bisa dijadikan salah satu pertimbangan untuk pemetaan awal bakat seseorang

Apakah ini tidak menentang hak bebas berpendapat atau Man Jadda Wa Jada?, menurut saya tidak sama sekali. Anda bisa menggunakan hak bebas berpendapat kalau anda telah menemukan bakat anda secara utuh. Bagaimana anda bisa bebas berpendapat kalau anda sendiri berpendapat bukan murni dari internal diri sendiri melainkan dari pengaruh luar diri anda, idola anda, karena frustrasi, pembalasan dendam bahkan untuk kebanggaan agar dipuja-puja oleh publik.

Anda boleh bebas berpendapat ketika anda telah menemukan bakat anda, tekuni lah diri anda sejatinya, bebaskan pikiran anda fokus di ruang diri anda seutuhnya maka outcome yang anda hasilkan akan luar biasa. Untuk kalimat Man Jadda Wa Jada yang artinya, "Bersungguh-sungguh lah maka akan memperoleh hasil yang Pasti". Hal ini jangan diartikan kalau Anda cocoknya jadi Kiper nyamannya jadi Kiper namun memiliki keinginan menjadi Striker karena faktor-faktor kebanggaan yang ingin diperoleh, maka untuk itu Anda bersungguh-sungguh latihan menjadi Striker dan dengan berlandaskan kalimat ampuh "Man Jadda Wa Jada" Anda dengan yakin bahwa keinginan Anda menjadi Striker pasti tercapai hakikatnya. Jangan yakin dulu Mas. Apa Anda telah bersungguh-sungguh memilih jalan hidup ini atau anda bertekad hanya untuk pundi-pundi duit dan gebyarnya dunia memilih jalan hidup. Kalau masih begitu bagaimana Man Jadda Wa Jada tersebut menjadi kalimat ampuh bagi anda? Toh cara anda memaknai kalimat mulia itu menggunakan hal yang jauh dari kemuliaan.

Jadi marilah kita kembali lagi ke makna apa sesungguhnya bakat dan apa itu tekad. Bakat merupakan anugerah dari maha kuasa kepada makhluknya, Tekad merupakan alat untuk mengasah bakat tersebut. Hindari konfik dipikiran Anda dari hal-hal gebyar duniawi yang bisa membuat akal Anda tertimbun hilang entah kemana. Padahal akal merupakan alat pendeteksi yang paling akurat dalam memilih dan menyikapi suatu keputusan.

Disisi lain Anda merasa inilah diri Anda. namun sesungguhnya hal ini merupakan ilusi yang terus membawa Anda ke dunia fatamorgana yang seakan-akan itu nyata. Ada banyak tanda-tanda ketika Anda memaksakan tekad menjadi bakat. Mulai dari proses yang anda lakukan seakan-akan membebani hidup, hasil yang diperoleh tidak berkah, jauhnya kita dari kasih sayang antar sesama, kebutuhan yang tidak pernah tercukupi, susahnya untuk meninggalkan dosa dan semakin jauhnya kita dari kesadaran adanya Sang Pencipta.

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 63071.06
ETH 3121.31
USDT 1.00
SBD 3.84