PKA-7: Mendeklarasikan Kembali Steemit

Di Indonesia, sedang kasmaran politik dengan segala kebaperan yang ada. Kursi menuju RI1 terasa hot lagi menggoda. Deklarasi capres pertama dilakukan incumbent di Menteng dan tengah malam deklarasi juga dilakukan oleh lawannya di Kartanegara.

Rupanya, deklarasi tersebut menyebabkan turbulensi dan butterfly effect ke segala lini, terutama jagad media sosial. Tampaknya, deklarasi menjadi keyword yang paling sexy sehari ini. Momen tersebut agaknya cocok pula disematkan dan berlaku untuk gerak literasi di Aceh, terutama Steemit.

Dalil dari butterfly effect kurang lebihnya adalah, kepakakan sayap kupu-kupu di hutan Amazon, Brazil, menyebabkan tornado di Texas, Amerika Serikat. Sebuah teori yang disebutkan oleh Edward Norton Lorenz. Di Aceh, tepukan tangan di kulit lembu pada rapai di Taman Ratu Safiatuddin,, menggerakkan pena di kantor Dinas Perlustakaan dan Kearsipan Aceh.

Bersamaan dengan even Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) 7, selain menyuguhkan perhelatan kebudayaan dan adat Istiadat, turut pula memberikan panggung bagi perkembangan dunia literasi. Workshop kepenulisan yang diisi oleh perwakilan Steemit dan Gam Inong Blogger (GIB) merupakan buktinya.

Bertempat di Dinas Perlustakaan dan Kearsipan Aceh, Jum'at (10/8). Dua pemateri memaparkan pandangannya mengenai kepenulisan dan pentingnya gerakan literasi di Aceh, guna membangun khazanah keilmuan yang lebih berwarna.

Momentum tersebut menjadi panggung untuk mendeklarasikan -promo- kembali Steemit yang terkesan, di beberapa saat terakhir agak sepi; baik postingan user lama maupun pertambahan pengguna baru. PKA-7 yang notabene banyak pengunjung, menjadi kesempatan yang klop untuk memperkenalkan Steemit kepada masyarakat.

Pertanyaannya, mengapa Steemit menjadi bagian yang diberikan ruang dalam ajang PKA-7, @Ihansunrise perwakilan Steemit mengungkapkan, "Sebenarnya bukan hanya Steemitnya, yang kita kenalkan adalah praktik literasinya. Nah, Steemit ini merupakan salah satu platform untuk mendukung gerakan literasi itu, khususnya literasi digital".

Lebih jauh, kemunculan Steemit dengan gerakan komunitas yang tumbuh subur di Aceh adalah positif, dibandingkan dengan platform lain, katakanlah seperti blog (blogspot/wordpress) yang lebih dulu kita kenal, Steemit ini punya keunggulan yaitu anti plagiasi.

"Inilah salah satu faktor positif mengapa Steemit harus kita kenalkan kepada pegiat literasi khususnya di Aceh. Dengan sifat Steemit yang seperti itu, kita dituntut untuk melahirkan karya-karya yang orisinal," tambah Ihan.

Sementara itu, untuk GIB yang diwakili @rahmanovic -yang juga steemian- mengungkapkan bahwa blog merupakan sebuah sarana literasi yang sudah sedari dulu ada. Hanya saja, kehadiran blog sempat naik turun antusiasme para pengguna. Alasannya adalah kemunculan platform lain yang dianggap menawarkan alternatif. Namun, sampai saat ini, blog masih tetap eksis dalam gerak literasi.

Kehadiran Steemit maupun blog sangat membantu mempromosikan suatu hal, baik itu pariwisata atau apapun lainnya. Dalam hal PKA-7 misalnya, selain ditulis oleh media massa. Di Steemit maupun blog, tidak sedikit para user yang menulis akan pagelaran 4 tahunan tersebut. Dengan begitu, sebuah even dapat diketahui oleh banyak orang, bahkan masyarakat di luar Aceh.

Harapan utama dari kegiatan workshop tersebut adalah tumbuhnya minat gerak literasi di Aceh yang lebih masif. Membaca dan menulis ialah dua kunci utama agar gerakan literasi dapat tumbuh, tidak hanya dengan jumlah komunitasnya, namun juga kualitas yang mendalam.

Acara sore tadi, turut dihadiri oleh kepala dinas tersebut. Tampak Pak Wildan menggunakan batik putih dengan motif hitam. Tentu, khasnya ada pada kacamatanya. Di ujung bincang-bincang Steemit, Bg @rismanrachman sempat menambahkan dan menawarkan bahwa Steemit dengan blockchainnya sangat cocok untuk Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Semua data aman dan terekam. Jadi, dapat menghemat anggaran. Setiap tahunnya tidak perlu mengeluarkan uang lebih untuk pengarsipan di ranah digital lainnya.