Merangkum Mozaik Lakon Sandiwara Aceh

in #steemiteducation6 years ago (edited)

image

Di Aceh, lakon sandiwara pernah jaya pada masanya. Dengan suguhan penampilan yang mengangkat realitas kehidupan sehari-hari masyarakat. Umumnya, pertunjukan sandiwara di Aceh masa itu skenario yang dimainkan bertema "Rumah Tangga".

Hal ini dituturkan oleh salah seorang lagenda hidup aktor sandiwara Aceh, Udin Pelor. Lelaki jangkung dengan rambut tergerai ini adalah salah satu saksi hidup yang sampai sekarang masih bisa diakses bagaimana perjalanan lakon sandiwara di Aceh.

Dari lelaki kurus berkhas topi koboi ini saya menemukan puing-puing kegemilangan lakon sandiwara di Aceh. Saya berterimakasih kepada teman-teman Aceh Documentary yang telah menginisiasi acara diskusi "Mencari Jejak Sandiwara Aceh". Diskusi ini bertujuan untuk melihat lakon sandiwara dari berbagai perspektif. Selain menghadirkan narasumber sumber Udin Pelor, turut hadir juga akademisi, Ramdiana, S.Sn, M.Sn. Beliau adalah dosen jurusan Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) Unsyiah.

image

Kegemilangan lakon sandiwara di Aceh berlangsung pada medio tahun 40-an, 50-an hingga 70-an. Ada dua grup teater yang digdaya di Aceh masa itu; Sinar Jeumpa di Bireuen dan Bintang Harapan di Krung Mane Aceh Utara. Salah seorang yang berjasa besar dalam dunia sandiwara Aceh adalah Simaruhui.

Menurut Udin Pelor, sandiwara Aceh bermula dari Simaruhui yang awalnya hanya bertugas sebagai anak buah orang Jepang. Simaruhui membawa peralatan orang Jepang. Masa itu, pertunjukan semacam sandiwara di mainkan oleh orang Jepang di tempat-tempat elit. Hanya untuk orang tertentu, katakanlah bangsawan. Sedangkan rakyat biasa tidak dapat mengakses.

Setelah cukup lama menjadi bagian dari orang Jepang, Simaruhui otaknya berfikir; "Saboh uroe, wate Jepang hana le, nyan akan lon peulaku" (Suatu hari nanti, kalau orang Jepang sudah tidak ada lagi (di Aceh) lakon tersebut akan ia mainkan). Begitu cerita Simaruhui kepada Udin Pelor. Singkat cerita, Jepang pulang usai era penjajah. Simaruhui pun melanjutkan estafet tersebut dalam bentuk lain.

image

Udin Pelor juga berkisah penggalan kisah hidupnya yang sebahagia besar dihabiskan di dunia seni. Udin wkatu itu adalah aktor terkenal. Ia masih ingat, dalam lakon pertama yang ia perankan, lagu pertama yang dinyanyikan berjudul "Jangan Biarkan Kumbang Merana". Modal terbesar Udin Pelor sebelum bermain sandiwara di Aceh, ia menguasai banyak jenis tari dari berbagai aliran dunia. Ketrampilan tersebut ia peroleh saat ia merantau ke Medan.

Masa itu, para pemain sandiwara di Aceh adalah orang bodoh, kata Udin. Maksudnya, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan. Pekerjaan serabutan, seperti tukang becak, dll. Parahnya, para pemain tidak dibina, tidak diajarkan. Sistem masa itu kejam, sekali salah peran, atau dua hari bergabung langsung dipulangkan.

Melihat fenomena itu, Udin meminta jadi ketua. Ia mengubah pola. Udin mengajak orang-orang untuk bermain sandiwara. Semua mereka yang bergabung, diajarkan olehnya. Bagi Udin ini penting, menginggat lakon sandiwara butuh kader. Kala itu, para pemain tidak punya upah seperti yang kita bayangkan. Mereka baru digaji ketika sudah benar-benar bisa. Waktunya pun tak jelas, bahkan ada yang dua tahun. Sistem bayaran upahnya diganjar dengan analogi bungkus nasi.

image

"Ketika saya mengajak dan mengajar orang-orang, saya langsung bilang; ayo belajar ayo bermain sandiwara. Tenang, upah kalian saya yang tanggung", kenang Udin.

Yang digaji hanya Udin, karena Udin sudah kaliber. Upah di masa itu, ada tiga tingkatan; 40 ribu, 50 ribu, hingga 70 ribu. Bayangkan Udin yang mendapatkan gaji 70 ribu, menanggung 8 orang anak buah lainnya.

Sandiwara Aceh di era lampau memang digemari masyarakat. Pertunjukan dipentaskan di lapangan, orang-orang mbeli karcis, bentuk bemtas di depan. Serta lapangan ditutup sekelilingnya. Para aktor memang mendapatkan kepopuleran. Tetapi orang-orang tidak tahu, bahwa mereka tidak punya apa-apa.

Menjalani profesi sebagai pemain sandiwara memiliki segudang tantangan. Tiga hari hujan saja, dipastikan mereka (para pemain) tidak makan.

image

"Mau makan dari mana, pertunjukan tidak bisa, kepala tidak hadir, panitia tidak datang. Kami kelaparan. Untuk menyiasatinya, ramai-ramai mencari ubi, buat api unggun, ubi dibakar, dan itu yang kami makan". Saat menceritakan ini wajah Udin tidak berkunang-kunang, ia lebih banyak tersenyum. Mungkin, hidupnya yang keras telah menempa Udin Pelor tegar.

Lakon sandiwara Aceh di era 50-an otaknya adalah Ahmad Benson. Proses manggung kala itu biasanya berbarengan dengan urutan tampil: Sandiwara, Seudati dan seni Mop-mop. Baru belakangan muncul PM Toh, seorang lagenda yang menorehkan sejarah emas dalam seni bertutur (monolog).

Kedigdayaan Sandiwara Aceh redup medio 65-an. Menurut Udin, kemunduran redupnya sandiwara Aceh dikarenakan kemunculan para bencong sebagai pemain. Orang-orang tidak suka. Ia termasuk yang protes keras. Fenomena ini sejujurnya terbilang paradoks, sebelumnya, untuk memerankan sebagai perempuan, biasanya lelaki tulen yang berdandan perempuan.

image

Namun, dicekal. Lelaki saat itu pantang memakai pakaian perempuan. Selanjutnya, perempuan juga susah, menginggat penampilan kadang larut malam bahkan berpindah-pindah tempat. Muncullah bencong. Fenomena itu menjadi titik balik bagi dunia sandiwara Aceh.

Setelah redupnya lakon sandiwara Aceh, barulah muncul seni pertunjukan monolog yang dimainkan seorang Adnan PM Toh.

Mengingat ruang Steemit yang terbatas, saya cukupkan dulu untuk mengulas segala rangkuman yang saya ingat dari diskusi tersebut. Tulisan ini juga bagiandari arsip pribadi, yang kelak akan saya narasikan lebih jauh (insya Allah) di media cetak (koran). Entah itu indept, esai atau menggunakan feature.

image

Saya sedikit kewalahan, menginggat data yang dituturkan Udin Pelor kadang sedikit berubah-ubah. Saya maklum, faktor umur lah yang sepertinya menyebabkan kondisi ini. Lebih jauh, saat diskusi berlangsung, beliau juga kerap lari-lari pembahasannya, juga suara yang aksentuasinya agak buram di pendegaran saya.

                                         ***
                Foto: Saya dan Adli.
Sort:  

Padahal penasaran sama Bapak Udin Pelor ini..tp lupa pula dibuat reminder acaranya

Kalau sibuk dan banyak kegiatan, emang mudah lupa kita, kak.

Dunia sandiwara kita.... Takzim untuk bang Udin Pelor

Udin Pelor: Bukan sekadar lagenda biasa. #Tabek

Tahun 90an Sinar Jeumpa masih manggung dan masih diterima masyarakat, pementasan berpindah-pindah dari satu lapangan ke lapangan lainnya di beberapa kecamatan, pementasan berlangsung hingga sebulan, persis pasar malam yang berlangsung sekarang. Salah satu tokoh yang selalu ditunggu penampilannya adalah Ma Ruhoi, kayaknya yang memerankannya bukan waria tetapi lelaki yang berdandan seperti wanita, bisa dilihat dari gerakannya yang tetap kaku tidak dibuat buat gemulai seperti perempuan.

Terimakasih tambahan informasinya kak. Harus diakui bahwa sulit merangkum utuh bagaimana jejak Sandiwara Aceh.

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by lontuanisme from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 64093.86
ETH 3123.80
USDT 1.00
SBD 3.94