Hari ini tak hentinya jantung saya berdetak kencang bukannya karena dikejar hansip lantaran membawa istri orang ataupun bukan karena dikejar anjing liar tapi "degupan" ini karena supir tua yang gila.

Siang tadi saya beranjak pulang dari kota Caleue tempat istri dan anak saya tinggal hendak menuju kota Bireuen. Seperti biasa saya pulang dan pergi menggunakan kendaraan umum berupa mini bus, biasanya kami disini memanggilnya dengan sebutan bus L-300.

Mobil mini bus yang saya tumpangi agak tua setua umur sopir bus yang menjadi pilot mengantarkan setiap penumpangnya sampai tujuan. Kenapa saya sebut " pilot ", tentu anda tau jawabannya. Ya, sudah rahasia umum bahwa mobil minibus penumpang L-300 memang selalu terdepan dalam hal kecepatan. Umur supir saya prediksikan sekitar 60 tahun. Mobil tuanya pun agak berbunyi dan bergetar tempat duduk saya, layaknya pesawat yang mengalami turbulensi ketika sedang melaju dijalan yang agak berlubang dengan kecepatan lumayan tinggi.

Si sopir tua mata jelalatan melihat mangsa disetiap pinggir jalan. Kerap dia salah menduga, kalau orang dipinggiran jalan hendak menyetop mobilnya padahal orang yang hendak menyeberang jalan dan ada juga penumpang yang hendak berpergian menuju arah barat. Sopir tua pun melaju kencang karena di depannya ada dua mini bus yang lainnya. Dia bagaikan Micheal Schumacher menginjak gas dan melaju kencang. Dua mini bus lainnya pun terlewati, juga mobil innova keluaran terbaru.

Ibu disamping saya mulutnya komat-kamit membaca surat Al-fatihah hingga selesai. Dia seperti ketakutan. Dua orang lagi di depan saya yaitu ibu dan anak yang juga merasakan hal yang sama. Entah berapa kali kaki saya seperti menginjak rem ketika kepala mobil mendekat dengan mobil di depannya.

Ibu dan sorang anak gadis turun di Ulee Glee kecamatan Pidie Jaya. Kami pun kembali melaju melanjutkan perjalanan. Sudah sejam lebih perjalanan saya belum juga bisa memejamkan mata seperti biasa. Sopir tua meminggirkan mobilnya disebuah kios untuk membeli rokok. Saya pun keluar ingin mencari sesuatu yang bisa menyegarkan tenggorokan yang sudah mengering. Kekurang nyamanan duduk dalam mobil membust badan dan tenggorokan terasa gerah. Lagian cuaca hari ini sangat panas sekali. Saya pun memberikan uang lima ribuan untuk segelas air tebu yang sudah dikemas dalam "cup".

Sekitar 5 menit pak sopir tua menatap ke depan dan ke belakang mencari penumpang baru, namun tak kunjung dapat sehingga dia pun melanjutkan perjalanan menuju kota Juang. Di depan sebuah mini bus warna biru muda berlaju kencang, pak sopir tua seakan masih berjiwa muda langsung saja menancap gas untuk mengejar. Entah apa yang ada di kepala sang sopir tua. Entah apa yang dikejar si sopir. Apakah sang sopir tidak takut terjadi kecelakaan dengan aksi balapnya? Padahal diberita koran dikabarkan sering terjadinya kecelakaan beberapa bulan ini. Lagu pelan-pelan saja dari grup band Kotak tidak membuat laju gas menjadi pelan, malahan semakin membuat libido pak tua layaknya seorang pembalap muda yang sedang berada di sirkuit. Si ibu yang masih sebangku dengan saya langsung berkata, "hai supee, beugeet neuba moto teu deueng jantong-jantong teuh". Dalam bahasa indonesia "hai pak supir, jangan terlalu kencang bisa-bisa copot jantung ini". Akhirnya, pak supir pun mengurangi kecepatan sekitar 60 km/jam.

Akhirnya sesampai di Jeunib si ibu yang berada disamping saya pun turun tepatnya di terminal. Lagu tembang jaman dulu (jadul), masa 80-an mengalun pelan dari tembang Endang S Taurina, Ratih Purwasih hingga Mus Mujiono. Saya pun terlelap dalam nyanyian melodi tahun jadul itu, hingga saya terbangun ketika tiba ditempat tujuan saya.