Kisah Injo Beng Goat Meredam Sentimen Anti Cina di Indonesia

in #story5 years ago

Sikap etnis Tionghoa (Cina) pecah soal perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Ada yang netral, ada yang mendukung, ada juga yang menjadi milisi bersenjata Sekutu melawan kelompok pejuang kemerdekaan.

Perbedaan sikap dan pandangan etnis Tionghoa ini bukan hanya terjadi di Batavia (Jakarta), tapi juga menjalar ke berbagai daerah. Seperti di Banda Aceh misalnya. Pada 13 Oktober 1945, para pemuda etnis Tionghoa dari Seutui, Peunayong dan daerah sekitar, berkumpul kemudian berkonvoi ke Ulee Lheu untuk menyambut masuknya Sekutu dan tentara Koumintang dari Cina.

Sepanjang jalan mereka mengolok-ngolok pejuang kemerdekaan dengan spanduk dan poster provokatif, “Tentara kami akan mendarat di sini, mereka prajurit-prajurit pilihan.” Pemuda Cina sangat mendukung masuknya Sekutu ke Aceh setelah Jepang kalah.

Hwee Kwan perkumpulan Tionghoa di Batavia 1900.jpg
Hwee Kwan perkumpulan etnis Tionghoa di Batavia tahun 1900 dengan latar bendera Belanda di belakangnya sumber

Sebaliknya, rakyat Aceh tidak menginginkan hal tersebut. Ribuan rakyat Aceh membuat pertahanan di sepanjang pantai. Dan sampai beberapa hari kemudian tentara Koumintang dari Cina yang disebut-sebut akan masuk Aceh bersama tentara Sekutu tidak pernah tampak batang hidungnya. Sejak itu sentimen anti Cina di Aceh mulai bangkit.

Sementara di Sumatera Timur etnis Tionghoa terlibat konfrontasi dengan kaum pribumi, setelah para pemuda Cina membentuk kelompok Poh An Tui, milisi bersenjata yang dilatih oleh Sekutu untuk melawan kelompok pejuang kemerdekaan.

Poh An Tui didirikan pada 1 April 1946, atas persetujuan mantan Gubernur Hindia Belanda di Sumatera AJ Spits, sebagai kelanjutan dari kesepakatan dengan Belanda dengan Inggris (Sekutu) pada 26 November 1945, yang memberi wewenang kepada pasukan Inggris untuk penaklukan Sumatera. Hal ini yang membuat sentiment anti Cina di Sumatera semakin parah.

pao-an-tui-latihan-baris-berbaris.jpg
Milisi Poh Antui dididik latihan militer oleh Sekutu sumber

Untuk meredam hal itu, tokoh muda Cina di Jakarta, Injo Beng Goat pada 23 Oktober 1945 menulis surat khusus kepada masyarakar etnis Tionghoa di seluruh Indonesia. Kopian surat itu juga dibagi-bagikan kepada masyarakat etnis Tionghoa di Aceh.

Injo Beng Goat merupakan antan Hopredaktur surat kabar Keng Po yang terbit di Batavia. Ia beberapa tahun mendekam dalam penjara ketika Jepang berkuasa. Dalam suratnya, ia menyerukan agar etnis Tionghoa ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari rongrongan Belanda dan sekutunya.

Daam suratnya Injo Beng Goat juga mengutip sejarah semangat perjuangan Sut Yat Sen dalam menentang penjajahan di Cina. “Jangan bersikap setengah-setengah, secara dagang melihat untung rugi,” tulisnya dalam surat itu.

Surat Injo Beng Goat itu mampu memperngaruhi sikap sebagian orang Cina di Aceh. pada 21 Desember 1945, kelompok etnis Tionghoa di Banda Aceh menyumbang uang tunai untuk perjuangan kemerdekaan sebesar f.37.495. Pada hari yang sama kelompok masyarakat etnis Tamil/India juga menyumbang sebesar f.8.035,50.

etni Tionghoa pada amsa perang di Deli.jpg
Kelompok etnis Tionghoa pada masa perang dunia II di Indonesia sumber

Meredamnya sentiment anti Cina di Aceh kemudian juga membuat para pedagang Cina bisa berbisnis dengan baik. Malah pada 3 Februari 1946, para pedagang etnis Tionghoa membuat perkumpulan Hua Chiau Chung Hui (Gabungan Perkumpulan Tionghoa Perantauan) di Banda Aceh.

Perkumpulan ini diketuai oleh Liong Jaw Hiong, saat peresmian di dinding kantor perkumpulan ini dipasang foto pemimpin Cina Dr Sun Yat Send an Chiang Kai Shek berdampingan dengan foto presiden Soekarno.Kemudian pada 26 Desember 1946, Liong Yaw Hiong selaku pemimpin etnis Tionghoa seluruh Aceh kembali menegaskan keberpihakan mereka kepada perjuangan bangsa Indonesia, dalam rapat akbar bangsa asing (etnis minoritas) di Banda Aceh.

Lebih jelas tentang itu bisa dibaca dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan, Modal Perjuangan Kemerdekaan, dan buku Sekali Republiken Tetap Republiken. Ketiga buku ini dalam bagian-bagian tertentu juga membahas tentang keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia pada masa perjuangan. Ketiga buku tersebut ditulis oleh pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan di Aceh, Teuku Alibasjah Talsya.

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 62934.09
ETH 3118.65
USDT 1.00
SBD 3.85