Kisah Pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Kebun Teh

in #story5 years ago

Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dibentuk dalam sebuah rapat di kebun teh di Sumatera Barat. Upaya menyelamatkan Republik Indonesia setelah ibu kota Yogjakarta direbut Belanda dan Seokarno-Hatta ditawan.

Menteri Kemakmuran Republik Indonesia, Mr Syafruddin Prawiranegara yang sedang bertugas di pedalaman Sumatera, mendapat perintah dari Wakil Presiden Muhammad Hatta dan Menteri Luar Negeri Hadji Agus Salim, untuk membentuk PDRI. Perintah dilakukan melalui sebuah kawat yang dikirim sesaat sebelum Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta beserta para pejabat tinggi negara ditawan Belanda.

PDRI_syafruddin_kumparan.jpg
Syafruddin Prawiranegara memimpin rapat pembentukan PDRI sumber

Kawat yang sama juga dikirim kepada perwakilan Indonesia di luar negeri, Dr Soedarsono, LN Palar dan MR AA Maramis, supaya membentuk Exile Government di India, apabila usaha Syafruddin Prawiranegara gagal mendirikan PDRI.

Menjawab kawat itu, Syafruddin Prawiranegara langsung mengumpulkan sisa-sisa pejabat tinggi negara yang berada di Sumatera untuk membentuk PDRI. Rapat itu berlangsung tiga hari setelah agresi Belanda kedua, yakni pada 22 Desember 1948 dalam suasana genting di kebun teh daerah Halaban, sekitar 15 kilometer arah selatan Payakumbuh, Sumatera Barat.

Hadir dalam rapat itu antara lain: Menteri Kemakmuran Republik Indonesia MR Syafruddin Prawiranegara, Komisaris Negara/Ketua Komisariat Pemerintah Pusat Untuk Sumatera MR Teuku Muhammad Hasan, Komisaris Negara Urusan Keamanan Dalam Negeri Untuk Sumatera MR SM Rasjid, Komisaris Negara Urusan Keuangan Untuk Sumatera MR Lukman Hakim, Komisaris Perhubungan Untuk Sumatera Ir Indratjaja, serta Ir M Sitompoel.

Selain itu juga hadir pejabat sipil dan militer diantaranya: Kolonel Laut Muhammad Nazir, Kolonel Laut Adam, Kolonel Udara Sujono, M Danubroto, Rusli Rahim, dan Mr Latief.

Pemerintah darurat republik Indonesia_kaskus.jpg
Para pejabat tinggi/menteri PDRI sumber

Musyawarah di kebun teh itu membahas situasi negara Republik Indonesia yang genting paska agresi kedua Belanda, serta upaya menyelamatkan Pemerintah Republik Indonesia dengan mendirikan pemerintah darurat. Musyawarah kemudian memutuskan untuk menyusun struktur Pemerintah Darurat Republik Indonesia.

Sejarawan Aceh Teuku Alibasjah Talsya dalam buku Modal Perjuangan Kemerdekaan pada halaman 468-469 menjelaskan, struktur PDRI yang dibentuk saat itu terdiri dari:

  1. MR Syafruddin Prawira Negara sebagai Ketua PDRI merangkap sebagai Menteri Penerangan dan Menteri Luar Negeri.
  2. MR Teuku Muhammad Hasan sebagai Wakil Ketua PDRI merangkap sebagai Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan.
  3. MR Sutan Muhammad Rasjid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial dan Menteri Pembangunan dan Pemuda.
  4. MR Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman.
  5. Ir M Sitompoel sebagai Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan.
  6. Ir Indratjaja sebagai Menteri Perhubungan merangkap Menteri Kemakmuran.
  7. M Danubroto sebagai Sekretaris PDRI.

Usai pembentukan struktur pemerintahan PDRI tersebut, juga dilakukan penetapan Bukittinggi sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan PDRI. Tapi karena gencarnya serangan Belanda ke Sumatera, segala kegiatan dan pusat pemerintahan PDRI kemudian dipindahkan ke Banda Aceh.

Markas_PDRI_historia.jpg
Situs sejarah markas PDRI di Bukittinggi, Sumatera Barat Sumber

Untuk mengamankan jalanya pemerintahan PDRI, di Banda Aceh kemudian dibentuk dan diperkuat markas-markas angkatan bersenjata. Mereka yang memimpin berbagai markas tersebut di Banda Aceh adalah:

Angkatan Darat dipimpin oleh pimpinan Komando Sumatera Kolonel Hidajat, angkatan laut dipimpin oleh Kolonel Subijakto yang pada 19 Desember 1948 bersama 20 perwira angkatan laut pindah ke Aceh setelah ibu kota Yogjakarta jatuh ke tangan Belanda. Kemudian angkatan udara dipimpin oleh Kolonel Sujoso Karsono.

Para perwira dari tiga angkatan bersenjata tersebut juga banyak yang bertugas di Banda Aceh, karena Aceh saat itu merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang tidak mampu dimasuki oleh Belanda pada agresi kedua. Ini pula yang menjadi salah satu alasan Presiden Soekarno menggelat Aceh sebagai Daerah Modal Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia, selain berbagai alasan lainnya.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 63815.31
ETH 3124.40
USDT 1.00
SBD 3.99