Kisah Sarina, Perempuan Jawa di Kamp Pejuang Aceh

in #story5 years ago

Perang Aceh melawan penjajahan Kolonial Belanda banyak menyisakan kisah-kisah menarik. Di antara jutaan fragmen perang itu ada kisah Sarina, perempuan Jawa yang ditawan di benteng pejuang Aceh.

Kisah tentang sarina ini diungkapkan oleh salah seorang perwira Belanda yang pernah bertugas di Aceh, namanya Letnan JP Schoemaker dan ditulis kembali oleh rekannya Letnan H Aars dalam buku Tjerita-Tjerita dari Negeri Atjee. Buku ini diterbitkan di Batavia pada tahun 1891 oleh penerbit Batavia G Kolff & Co. Kisahnya seperti saduran di bawah ini.

prang sabi.jpg
Lukisan perang kolonial di Aceh Sumber

Suatu pagi, di tengah jalan Kutaradja (Banda Aceh), seorang perempuan Jawa pergi ke suatu benteng (bivak Belanda). Rupanya masih muda sekali. Perempuan itu bernama Sarina. Di pundaknya ada satu selendang sutra, rambutnya dibikin sanggul, di sanggul itu diselipkan bunga melati. Matanya hitam betul dan terang sekali, pipinya halus, wajahnya hitam manis, kulitnya seperti kulit langsat.

“Boleh orang kira, ini perempuan bukan orang selam (Islam). Tapi dia orang Jawa betul dari Solo. Bajunya baju kurung biru, dikancing dengan kinking perak, dan sarungnya-sarung merah kembang-kembang,” jelas Schoemaker.

Pelan-pelan perempuan itu berjalan menuju benteng. Dari jauh ia sudah melihat bendera Belanda berkibar di benteng kolonial itu. Ia mempercepat langkahnya menuju ke sana, tujuannya hanya satu, menjumpai Wirodjojo, suaminya yang serdadu Belanda itu.

Tiba-tiba Sarina mengerah suara dari semak-semak. Beberapa orang pria keluar sari. Sarina hanya berdiri di tangah jalan. Ia tak tahu apakah itu musuh atau teman. Awalnya ia menduga itu patrol rutin serdadu Kompeni Belanda, tapi anggapannya itu salah, ternyata mereka para pejuang Aceh.

Sarina yang ketakutan segera mempercepat langkanhya, tapi ia kemudian dicegat oleh 12 orang pria yang keluar dari semak-semak tersebut. kelompok-kelompok kecil pejuang Aceh sering mengendap dalam semak-semak, untuk kemudian menyerang secara tiba-tiba bila ada serdadu Belanda yang patroli.

banjirdiaceh1933danperempuanbelanda.jpg
Perempuan Eropa bersepeda di genangan saat banjir melanda Banda Aceh ahun 1933 Sumber

Penampilan Sarina dengan pakaian yang mencolok itu, membuatnya disangka sebagai perempuan Eropa. Orang Aceh awalnya menduga ia adalah bagian dari keluarga kompeni, Sarina akan dibunuh. Tapi salah satu dari dua belas pejuang Aceh itu melarangnya. Sarina tidka dibunuh tapi ditawan dan dibawa ke kamp pejuang Aceh. Di sana ia akan diintrogasi.

Tak lama kemudian patrol satu pasukan kompeni Belanda melewati jalan itu, mereka menemukan selendang sutra Sarina yang jatuh di sana. Serdadu-serdadu Jawa dalam patroli itu tahu betul bahwa itu selendang Sarina. Mereka melakukan pencarian di sekitar itu, tapi tak menemukan Sarina.

Sarina telah ditawan dan ditempatkan dalam sebuah rumah di sekitar kamp pejuang Aceh. Dari balik dinding rumah itu, Sarina melihat puluhan pejuang Aceh sedang menyiksa beberapa serdadu Belanda yang berhasil mereka tangkap. Sarina menceritakan penyiksaan itu kepada Letnan JP Schoemer setelah ia dibebaskan dari tawanan, karena dianggap tidak bersalah oleh pejuang Aceh.

Melihat penyiksaan terhadap serdadu Belanda itu, Sarina sangat takut, karena ia merupakan istri dari salah seorang serdadu Belanda, Wirodjojo. Sampai malam penyiksaan terhadap serdadu Belanda itu masih berlanjut, seolah-olah itu telah menjadi hiburan bagi orang Aceh di sekitar kamp.

Dari dalam kamar Sarina melihat beberapa pria duduk mengelilingi api, ada juga perempuan dan anak-anak, sementara di bagian lain kamp orang ramai sekali, ternyata mereka sedang menyaksikan penyiksaan terhadap serdadu-serdadu Belanda.

daalenhangmat--penyerangan Van Daalen.jpg
Daalen hangmat, ekspedisi penyerangan Van Daelen ke dataran tinggi Gayo Sumber

Seorang serdadu Belanda tanganya diikat di sebatang pohon beringin, hidung mancung serdadu Belanda itu dipotong, kaki dan tangannya dibacok, perutnya berkali-kali ditusuk dengan tombak. Melihat itu Sarina bertambah ketakutan. Ia takut nanti juga akan disiksa sampai mati seperti serdadu Kompeni Belanda itu.

Tapi, Sarina ternyata tidak diapa-apakan, menjelang tengah malam ia diizinkan pulang dan meninggalkan kamp pejuang Aceh tersebut. Tapi kini, ia bukan senang, malah bertambah takut. Ia tak tahu harus berjalan pulang ke arah mana di tengah malam gelap gulita tersebut.

Di sisi lain, jika kesempatan untuk bebas itu tidka digunakan, ia takut pejuang Aceh akan berbalik pikiran dan penyiksaan akan menimpanya. Sarina kemudian memberanikan diri untuk pulang. Ia meraba-raba pagar dan terus berjalan, hingga kemudian sampai di sebuah kebun mangga. Rumah-rumah di sekitar kebun itu sangat sepi, karena semua penduduk sedang berada di kamp untuk melihat tontonan penyiksaan terhadap serdadu kompeni Belanda yang berhasil ditangkap pejuang Aceh.

Kali ini yang ditakutkan Sarina bukan lagi pejuang Aceh, tapi binatang liar disekitar hutan. Meski demikian, ia terus berjalan melewati semak-semak, ia sudah wara-wiri di semak-semak itu lebih dua jam, hingga kemudian sampai ke sebuah jalan.

Dari jalan itu ia menuju ke sebuah tanah lapang, dari jauh ia melihat sebuah lampu di bivak Belanda. Melihat bivak Belanda dari kejauhan ia seolah telah menemukan harapan dan semangatnya kembali. Dengan sisa-sisa tenaganya, Sarina berjalan sampai ke sisi luar bivak Belanda itu. Kini ia semakin dekat, ia sudah bisa melihat tembok benteng. Ia mau memanggil bantuan, tapi seorang Sekilwak (serdadu penjaga Benteng) berteriak dan memintanya untuk berhenti, sambil melepaskan tembakan ke arahnya.

peta aceh kuno.jpg
Peta pelabuhan Aceh dan sekitarnya pada abad 18 sumber

Tentang itu Letnan JP Schoemaker pada halaman 31 bukunya menulis:
“Sekilwak itu yang ditaroh di sebelah wetan, bikan raport sama tuan komandan, yang ia lihat satu orang di luar benteng. Tentu beradal itu, yang kira sekilwak tidur. Besoknya pukul enam pintu benteng dibuka, buat kasih keluar patroli yang saban pagi pergi periksa di luar apa ada musuh, dari apa yang tadi malam ada Sekilwak pasang (tembak). Patroli jalan keliling benteng dulu, barang kali ada berandal itu kena.”

Para serdadu kemudian melihat diantara pohon-pohon kecil, ada seseorang yang tergeletak terlentang, wajahnya menghadap ke benteng, mukanya penuh darah dan lumpur. Para serdadu itu mengira itulah orang Aceh yang mereka sebut berandal yang ditembak oleh Sekilwak tadi malam.

Para serdadu itu mendekatinya dengan hati-hati, jangan-jangan sosok itu hanya pura-pura mati. Mereka sangat terperanjat ketika melihat dari dekat ternyata itu seorang perempuan. Mereka mengangkatnya dan membawa masuk ke dalam benteng untuk diperiksa dokter.

“Sebentar segala rupa dibuat, untuk bikin hidup lagi perempuan itu. Lama sekali baru dia buka matanya, tetapi ia belum sampai kuat untuk bilang apa-apa. Tuan dokter itu lantas suruh bawa di rumah tempo, lantas di situ ada satu opas yang kenal sama dia. Empat belas hari begitu, si Sarina keluar dari rumah tempo. Semua orang lantas dapat tahu celakanya si Sarina, dan dari itu hari si Sarina itu dipanggil perempuan Aceh.” tutup Letnan JP Schoemaker.

Sort:  

Congratulations @isnorman! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :

You published a post every day of the week

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

To support your work, I also upvoted your post!

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!

Coin Marketplace

STEEM 0.31
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 64605.91
ETH 3159.61
USDT 1.00
SBD 4.11