KONSEP WISATA ISLAM (Abiya Dr. Saifullah, S.Ag, M.Pd)steemCreated with Sketch.

in #writing5 years ago (edited)

21742931_366489537116718_5493907836423273601_n.jpgKONSEP WISATA ISLAMI
(BIREUEN MENUJU BANDAR WISATA ISLAMI)
Dr. Teungku Saifullah, S.Ag, M.Pd

B. Latar Belakang Masalah
Konsep wisata yang dijalankan selama ini di Aceh merupakan konsep wisata alami yang tidak tersulam dengan baik, bahkan cendrung dibiarkan apa adanya, sehingga terkesan bahwa wisata itu cendrung negatif dan kering dari nilai-nilai spiritual, agamis, dan energi positif. Di sisi lain ketika kawasan wisata tersebut di tutup justru akan berdampak kepada pranata sosial dan perekonomian rakyat yang justru disitulah satu-satunya tempat mencari nafkah bagi mereka. Di sisi lain lagi mereka akan mencari tempat lain yang memberikan nilai lebih dari sisi keindahan buat mereka, bisa berwisata ke ke kabupaten lain, bahkan prosinsi lain. Dari segi ekonomi jelas sangat merugikan, karena uang masyarakat Bireuen tidak berputar dan beredar di Bireuen, justruk ke kabupaten, bahkan provinsi lain.
Untuk menjawab problematikan tersebut diperlukan sebuah kearifan semua pihak dalam rangka mewujudkan “Konsep Wisata Islami dalam rangka menuju Bireuen sebagai Bandar Wisata Islami”. Konsep ini baru bisa dijalankan sebagaimana mestinya tentu saja tidak lepas dari peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata, seperti lampu penerang, penyediaan lapak-lapak pedagang agar tidak semraut dan berjualan sembarangan, melakukan sosialisasi terhadap pengunjung dan lain-lain. Hal tersebut akan sangat membantu dan dapat memajukan periwisata kita, dan satu hal lagi dalam memajukan pariwisata tidak hanya peran pemerintah saja tetapi masyarakat juga harus turut ikut andil membantu pemerintah untuk bisa mewujudkan konsep pariwisata islami ini.
Konsep kepariwisataan Islami di Bireuen dituntuk memiliki warna yang khas, karena menuntut adanya penyesuaian dengan konteks pelaksanaan syariat Islam. Konsep ini terkait dengan harapan agar daerah wisata di Aceh umumnya dan di Bireuen khususnya terbebas dari alkohol, judi, diskotik, zina, makanan dijamin halal, busana Islami, pemisahan laki-laki dan perempuan, tersedia mushalla disetiap lokasi wisata, pengelolaan wisata yang di biayai dengan sistem syariat, atraksi Islami, membentuk masyarakat pariwisata Islami, pusat makanan dan restoran yang memiliki kepastian halal, kerajinan cendera mata yang Islami, dan sebagainya. Karena embel-embel Syariat telah merembes pada sektor wisata di Aceh umumnya dan Bireuen khususnya. Lahirlah satu istilah yang sangat indah “Bireuen Menuju Bandar Wisata Islami” yang merupakan cita-cita bersama. Dimana setiap yang berhubungan dengan kepariwisataan harus dikemas dalam bungkusan yang Islami, apik, dan menarik.
Tantangan terbesar menumbuhkembangkan sektor wisata yang Islami adalah bagaimana mengkreasikan tempat-tempat yang bernilai wisata, mampu memancing minat banyak orang, tetapi juga tidak berbenturan dengan syari’at Islam. Lakab bahwa sektor wisata pastilah identik dengan tempat bersenang-senang dan hura-hura musti dihilangkan. Kita seharusnya belajar dari Bali, bagaimana mereka mampu menarik para wisatawan dengan ciri khas budaya ke-Hinduannya. Tidak ada salahnya jika kita memformulasikan Bandar Wisata Islami sebagai sesuatu yang unik, menarik, dan menyenangkan, bukan sesuatu yang ditakuti.
Sudah saatnya kita mensosialisasikan bentuk-bentuk wisata yang bernuansa syariat kepada masyarakat melalui pemahaman yang bersifat mendidik dengan pendekatan nurani, bukan bersifat paksaan. Dengan menjadikan Bireuen sebagai “Bandar Wisata Islami” diharapkan mampu menambah Pendapatan Asli Daerah lewat sektor wisata yang Islami dan kondusif, lalu kita tunjukkan pada dunia bahwa Islam bukan hanya sebatas doktrin tapi merupakan kompleksitas dari budaya yang mencakup semua nilai-nilai kehidupan yang menjadi Rahmatallila’lamin.
B. Hakikat Wisata Islami
Kata Wisata menurut bahasa mengandung arti yang banyak. Akan tetapi dalam istilah yang dikenal sekarang lebih dikhususkan pada sebagian makna itu. Yaitu, yang menunjukkan berjalan-jalan ke suatu tempat untuk rekreasi atau untuk melihat-lihat, mencari dan menyaksikan sesuatu. Bukan untuk mengais (rezki), bekerja dan menetap.
Alquran sebagai sumber kehidupan manusia, petunjuk bagi orang-orang beriman adalah merupakan sebuah kitab yang sempurna, menjelaskan seluruh perihal kehidupan manusia, sehingga akan memudahkan mereka dalam menjalani kehidupan. Kadang aturan Alquran tersebut sangat sesuai dengan fithrah (kecendrungan) manusia, sehingga mempermudah manusia untuk mengamalkannya, dan dapat menghantarkan manusia kepada kesenangan dan kebahagiaan lahir dan bathin. Di antara pekerjaan yang sangat disenangi manusia adalah berwisata, ‘bajalan-jalan’, picnic, dan lain-lain. Bagaimanakah menciptakan pariwisata yang Islami, menyenangkan hati dan mata sekaligus kalau bisa bernilai ibadah?. Beberapa persoalan ini akan dikaji dalam makalah ini.
Di antara bentuk kelengkapan Alquran yaitu adanya motivasi dan informasi tentang perjalanan wisata. Di antara ayat-ayat Alquran yang menggambarkan hal tersebut adalah:

  1. Mereka berkata; Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan alam ini sia-sia (QS. Ali Imran: 191).

  2. Katakanlah, berjalanlah di muka bumi, perhatikanlah bagaimana akibat pebuatan orang-orang berdosa masa lalu (QS. An-Naml: 69).

  3. Kenapa mereka tidak melakukan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan perihal umat masa lalu yang mereka memiliki kekuatan (tetapi tetap lemah/bahkan hancur berhadapan dengan azab Allah) (QS. Fathir: 44).

  4. Kenapa mereka tidak melakukan perjalanan di muka bumi, memperhatikan orang-orang sebelum mereka, adalah mereka memiliki kekuatan dan lihatlah bekas-bekas (peninggalan mereka), mereka di azab oleh Allah, dan tidak ada yang dapat melindunginya selain Allah (QS. Ghafir: 21).

  5. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut: 20).
    Dari ayat-ayat tersebut terkandung berapa makna di antaranya; (1) Objek wisata, (2) Tujuan wisata, (3) Macam-macam wisata. Objek Wisata. Pertama, ketika Allah menyebut ‘berjalanlah di muka bumi’, itu artinya Allah mengingatkan kita kepada alam ini, sehingga ada wisata alam. Banyak hal di alam ini dapat dijadikan objek wisata, karena Allah menciptkan alam ini dengan kekhasan yang berbeda-beda. Kedua, tujuan Wisata, Ketika Allah menerangkan kepada kita tujuan wisata seperti melihat tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga dapat menambahkan keimanan. Ketiga, macam-macam wisata, dalam Alquran ada wisata sejarah, etika Allah memerintahkan agar manusia melihat tempat-tempat bersejarah untuk di ambil pelajaran darinya. Terungkap di sana ada wisata sejarah. Ada juga wisata alam, wisata religius, seperti ada perintah untuk pergi ke Mekkah, melaksanakan haji atau umrah.
    Kalau sebelumnya ziarah dan wisata selalu identik dengan nilai-nilai negatif, maka kamudian Islam datang untuk meninggikan pemahaman wisata dengan mengaitkannya dengan tujuan-tujuan yang mulia. Di antaranya

  6.  Mengaitkan wisata dengan ibadah, sehingga mengharuskan adanya safar atau wisata untuk menunaikan salah satu rukun dalam agama yaitu haji pada bulan-bulan tertentu. Disyariatkan umrah ke Baitullah Ta’ala dalam satahun.
    
  7.  Mengaitkan wisata dengan ilmu pengetahuan. Pada permulaan Islam, telah ada perjalanan sangat agung dengan tujuan mencari ilmu dan menyebarkannya. Sampai Al-Khatib Al-Bagdady menulis kitab yang terkenal ‘Ar-Rihlah Fi Tolabil Hadits’, di dalamnya beliau mengumpulkan kisah orang yang melakukan perjalanan hanya untuk mendapatkan dan mencari satu hadits saja.
    

Di antaranya adalah apa yang diucapkan oleh sebagian tabiin terkait dengan firman Allah Ta’ala:
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS. At-Taubah: 112).

  1. Mengaitkan wisata dengan i’tibar. Di antara maksud wisata dalam Islam adalah mengambil pelajaran dan peringatan. Dalam Alquran terdapat perintah untuk berjalan di muka bumi di beberapa tempat. Allah berfirman: “Katakanlah: 'Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu." (QS. Al-An’am: 11). Dalam ayat lain, “Katakanlah: 'Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa.” (QS. An-Naml: 69).Ulama besra Al-Mukarram Al-Qasimi rahimahullah berkata; ”Mereka berjalan dan pergi ke beberapa tempat untuk melihat berbagai peninggalan sebagai nasehat, pelajaran dan manfaat lainnya." (Mahasinu At-Ta’wil, 16/225).

  2. Mengaitkan wisata dengan dakwah kepada Allah Ta’ala, dan menyampaikan kepada manusia cahaya yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Itulah tugas para Rasul dan para Nabi dan orang-orang setelah mereka dari kalangan para shahabat semoga,Allah meridhai mereka. Para shabat Nabi SAW telah menyebar ke ujung dunia untuk mengajarkan kebaikan kepada manusia, mengajak mereka kepada kalimat yang benar. Kami berharap wisata yang ada sekarang mengikuti wisata yang memiliki tujuan mulia dan agung.

  3. Mengaitkan wisata dengan keindahan ciptaan Allah, menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah dan memotivasi menunaikan kewajiabn hidup. Karena refresing jiwa perlu untuk memulai semangat kerja baru. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
    Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut: 20).

Referensi di atas sebagai jawaban terhadap pernyataan yang menyebutkan bahwa Islam tidak mengenal konsep wisata. Justeru kita harus memformulasikan pesan-pesan Alquran tersebut yang berbicara pada tatanan normatif tekstual ke aplikatif implimentatif realitas yang bisa mewarnai subtasi wisata secara islami.
C. Bireuen Sebagai “Bandar Wisata Islami”
Bireuen adalah salah satu kabupaten di Aceh yang cukup banyak menyimpan berbagai tempat yang sangan berpotensi dijadikan sebagai tempat wisata islami

  1. Wisata Nahriyah
    Bireuen memiliki objek wisata sungai (Batee Ieliek, dan Krueng Simpo), wisata gunung (Cot Panglima).

  2. Wisata Bahriyah (Bahary)
    Bireuen memiliki objek wisata laut (Ujong Blang Kuala Raja, Laut Kuala Jeumpa, Kuala Jangka dan Meon Keulayu).

  3. Wisata Al-Jabaliyah (Jibaly)
    Bireuen memiliki objek wisata gunung (Cot Panglima, Gunong Gouh Peudada dan Cot Glungku).

  4. Wisata At-Tarikhiyah
    Bireuen memiliki objek wisata sejarah (Kesultanan Islam Jeumpa, Teungku Awe Geutah dan Habib Bugak dan Pendopo Bireuen).

  5. Wisata Tha’amiyah
    Bireuen juga memiliki objek wisata kuliner (Sate Matang dan Keripik Bireuen), wisata ilmiah/Education (Dayah, Perguruan Tinggi dan Madrasah).

Sebenernya masih banyak lagi objek-objek wisata yang tersebar di seantero wilayah negeri Bireuen yang sangat cocok dijadikan sebagai objek wisata islami.

D. Regulasi Wisata Menuju Bireuen Sebagai “Bandar Wisata Islami”
Dalam regulasi wisata islami yang akan disusun trafnya oleh Dinas Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Bireuen nantinya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Kebijakan yang jelas
  2. Zona nisak (Perempuan) dan rijal (laki-laki) terpisah
  3. Jaminan keamanan dengan pengawasan ketat
  4. Tersedianya tempat ibadah dengan perangkatnya
  5. Membatasi waktu
  6. Tujuannya menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah.
  7. Kerjasama (Masyarakat dengan segenap perangkatnya, Polisi Wilayatul Hisbah, Satpol PP, TNI, Polri dan berbagai Dinas terkait).
  8. Dukungan Infrastruktur yang memadai.
    Kedelapan kriteria di atas mutlak dibutuhkan dalam menyusu sebuah regulasi Konsep Wisata Islami menuju Bireuen sebagai “Bandar Wisata Islami” di samping criteria-kriteria lain yang diperlukan.
    E. Penutup
    Beberapa harapan ingin ditumpangkan dalam kesempatan ini, agar kita tidak melihat dunia wisata hanya sebagai ajang mencari uang/devisa lalu mengabaikan nilai-nilai syari’at, ‘adat, dan lain-lain. Bila kita mengelola dunia wisata dengan tetap mengedepankan ciri khas keIslaman yang kita miliki, ini akan sangat menarik bagi orang lain, karena ada perbedaan kita dengan orang lain. Kalau tempat lain wisata untuk memuaskan hawa nafsu, tapi di sini untuk menyenangkan rohani yang ‘penat’ oleh berbagai problema kehidupan ini.

Wallahu’alam Bissawab
www.ummulqura-indonesia.com

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 64513.75
ETH 3146.11
USDT 1.00
SBD 3.95