The Deserters |a Hidden Story in Aceh Conflict #Part 2

in #writing6 years ago (edited)

IMG_20180509_110615.jpg

Photos My own docummented.


Beunoet, The Villages That's Story Begins


The two mens who picked us laughed at my brother's whisper..

"No need to be afraid, you will not be kidnapped, later until you know it!"

The man reassured me that I was getting a little upset and glanced at the minibus door opener, thinking I'd better jump if I really got kidnapped.

Half an hour drive, we arrived at a village in the district of Syamtalira Bayu, Gampong Beunoet, north of Medan-Banda Aceh road. There we have been waiting by a housewife who called kak Deb.

"Kak neubi bu-bu ladju awaknjoe, dang dang geuwoe bang Imran! (Kak give them lunch, while waiting for Bang Imran to come home!) ".

Danil and I look at each other, my brother is indeed a little more courageous in interacting with new people we know, Without orders he immediately asked to kak Deb and the two men who had picked us from the mosque earlier.

"Where is My Dad?? !! Are we kidnapped ?? !! "

He still asked me the question he had whispered to me inside the minibus.

"No .. you are not kidnapped!",

Reply kak Deb's to assure us,

"Soon your Dad and Mom also get here, now you bathe first, let fresh after that we have lunch",

Kak Deb embraces of us and invites us into his house which is not so far from the path of the national road.

After a moment of freshening up and having lunch, I'm still in a state of confusion. What is happening to us, why is this a little strange, Grandma is sick but why should we be here, in a village we have never visited at all, If Grandma is sick why we are not sent back to Krueng Mane, there is Apacut (my father's brother), he could have picked us up.

Again and again thoughts raged in the head, Danil has begun to relax himself with the game Sega of Kak Debs son, While I was still confused with what is happening today to my family.

The clock is almost three o'clock, I tried to close my eyes to rest for a while.

“brrrr...mmmm...”,

From outside, I tried to peer through the window curtain, a curly-haired man out of Taft GT's car and greeted by kak Deb's. It turned out that he was bang Imran the man called by the two men who picked us up at the mosque.

“Assalamu’alaikum”

Greet him to us

"Kalhueh Bu adoe? !! (Have you lunch guys ?!) "

He asked me, unzipping his jersey shoes.

“Ka bang (Have ready)” I answer him,

"Lon Munak pajoh bu dilei, Siat teuk tapugah haba! (I want to have lunch first, we'll talk about it soon) "

Bang Imran away as he slides his loose boots and heads for his private room.

What he want to talk about with me who is still fifteen years old and still sitting in third grade junior high, Mind increasingly raging head while waiting for him to finish lunch.

Danil is still playing Sega with bang Imran son Boyni, son of eight years old, it seems he has forgotten his suspicions that we are being kidnapped.

I try to relaxs so as not to be so tense with a mind that is not so good, remember me and brother are the son of Soldiers and we are in the village which incidentally is the base area of the Free Aceh Movement.

“So nan drokeuh?! (whose your name?!)

Bang Imran Asked in a strict Acehnese accent to me, lighting a clove cigarette out of a red T-shirt with his Adidas emblem.

“Loen Mahyu (I'm Mahyu), Njow si adek , Nan jih Danil (this is My bro, Name is Danil),

My answer, while that I want to ask a cigarette from him to be a little more relaxed in the face of our next discussion, but I can not and feel reluctant to think that he is a GAM frontman here.

"Njoe Ayah ka geujak blah GAM! (Your father has crossed over to GAM!) ",

GAM is a more familiar name for the Free Aceh Movement among the Acehnese,

" Jadi awak droeukeuh hinow ladju lam padim uroe njoe sawab tungoh panaih situasi bacut, sabab na geupeuplueng Budee !! (So for all you stayed at my house for a few days because the situation was hot in the field, because your father was carrying a weapon run from his union!) "

Bang Imran word to me while sipping hot coffee that was prepared by kak Deb interrupted our conversation and bang Imran. I was silent only after being informed of the news that My Dad had become a Deserters of his unity.

I thought at that moment how My mom, whether she is okay because this morning she still as usual waiting for the pedicab for us to go to school, what has been done by My Dad of his unity on duty of course My mom was under pressure of the soldiers who were ransacking the whole house we're at the Hostel.

“Mak kiban bang ?!! (How about My Mom) ?!!”

I asked bang Imran, Immediately he silently said nothing to me and Danil, maybe he was worried about our reaction after hearing the news about My mom, But because the pressure of Danil he no longer able to save the problem that was faced by Mom at that time.

"Mak jino tungoh jipeureiksa di kesatuan bapak! (Your mom is being interrogated in Unity of your dad!) '

I began to feel depressed because of our existence that he did not know, My Mom must be very upset and is undergoing a great shout of the soldiers who are in Daddys union.

I looked at Danil, but he was like he was not thinking about the conditions that were happening to us, My bro is the youngest child, thinking is still anti-climax and like nothing happened to us.

You also could read "The Deserters |a Hidden Story in Aceh Conflict #Part 1" in the link below :

https://steemit.com/writing/@dilimunanzar/the-life-of-deserters-or-part-1

DQmNYmRtDpBSNmexNBndsPLYGvzjaF1teva2PH7QPfj2YWY_1680x8400.jpeg

IMG_20180509_110615.jpg

Photos My own docummented.

Beunot, Gampong Sejarah itu Bermula.


Kedua pria yang menjemput kamipun tertawa mendengar bisikan adikku tadi.

“Tidak Perlu Takut, Kalian tidak diculik nanti setelah sampai kalian juga tahu!”

Pria tadi kembali meyakinkan aku yang mulai sedikit gusar dan melirik pembuka pintu minibus, dalam pikirku sebaiknya melompat bila aku benar-benar diculik.

Setengah jam perjalanan, Kami sampai disebuah Desa di Kecamatan Syamtalira Bayu, Gampong Beunoet, sebelah utara jalan lintas Medan-Banda Aceh. Disana kami sudah di tunggu oleh seorang ibu rumah tangga yang dipanggil kak Deb.

“Kak neubi bu-bu ladju awaknjoe, dang dang geuwoe bang Imran! (Kak berikan mereka makan siang, Sambil menunggu Bang Imran pulang!)”.

Aku dan Danil saling melihat satu sama lain, Adik ku ini memang sedikit lebih berani dalam berinteraksi dengan orang baru kami kenal, Tanpa perintah ia langsung bertanya pada kak Deb dan kedua pria yang tadi menjemput kami dari Mesjid tadi.

“Dimana Bapak ??!! Apa kami diculik ??!!”

Dia masih kembali bertanya pertanyaan yang tadi ia bisikkan kepadaku didalam minibus.

“Tidak.. kalian tidak diculik!”,

Sahut kak Deb untuk meyakinkan kami,

“Sebentar lagi Bapak dan Ibu kalian juga sampai disini, sekarang kalian mandi-mandi dulu, biar segar setelah itu kita makan siang”,

Kak Deb merangkul kami berdua dan mempersilahkan kami masuk kerumahnya yang tidak begitu jauh dari lintasan jalan nasional itu.

Setelah sejenak menyegarkan diri dan makan siang, aku masih dalam kondisi kebingungan. Apa yang sedang terjadi pada Bapak dan Ibu, kenapa hal ini sedikit aneh, Nenek sakit tapi kenapa kami harus di sini, di kampung yang belum pernah kami singgahi sama sekali, Kalau Nenek sakit kenapa kami tidak disuruh pulang ke Krueng Mane saja, lagi pula disana ada Apa Cut (Adik bapakku), beliau bisa saja menjemput kami.

Lagi-lagi pikiran berkecamuk didalam kepala, Danil sudah mulai merelaks dirinya dengan permainan Game Sega milik anaknya Kak Deb, Sembari aku masih terus kebingunan dengan apa yang sedang terjadi hari ini pada keluargaku.

Jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul Tiga siang, Aku mencoba menutup mata untuk beristirahat sejenak.

“brrrr...mmmm...”,

Terdengar suara kendaraan diluar, aku mencoba mengintip dari sela sela gorden jendela, sesosok Pria berambut ikal keluar dari mobil Taft GT dan disambut oleh kak Deb. Ternyata dialah bang Imran orang yang disebut oleh kedua pria tadi yang menjemput kami di Mesjid.

“Assalamu’alaikum”

Sapa beliau kepada kami,

“Kalhueh Bu adoe ?!! (Sudah makan kalian?!)”

Tanyanya kepada saya, sambil membuka resleting sepatu jenggle miliknya.

“Ka bang (Sudah Bang)” Jawabku,

“Lon Munak pajoh bu dilei, Siat teuk tapugah haba! (Saya mau makan siang dulu, sebentar lagi kita bicarakan”

Bang Imran berlalu sambil menyimpan sepatu jenggle miliknya dan menuju kamar pribadi.

Apa yang ingin dibicarakan denganku yang masih berumur lima belas tahun serta masih duduk dibangku kelas tiga SMP, pikiran semakin berkecamuk di kepala, sambil menunggu beliau menyelesaikan makan siangnya.

Danil masih bermain Sega dengan Boyni anaknya bang Imran yang masih berumur delapan tahun, sepertinya dia sudah lupa dengan kecurigaannya tadi bahwa kita sedang diculik.

Aku mencoba untuk relaxs agar tidak begitu tegang dengan pikiran yang tidak karuan mengingat aku dan adik adalah anak Serdadu dan kami sedang berada di kampung yang notabene merupakan daerah basis Gerakan Aceh Merdeka.

“So nan drokeuh?! (siapa nama kamu?!)

Tanya bang Imran dalam logat bahasa Aceh yang tegas kepadaku, sambil menyalakan rokok kretek yang dikeluarkan dari saku kaos merah berlambang Adidas miliknya.

“Loen Mahyu (Saya Mahyu), Njow si adek , Nan jih Danil (Ini si adik, Namanya Danil),

Jawabku, terbesit ingin meminta sebatang rokok padanya agar sedikit lebih santai dalam menghadapi pembahasan kami selanjutnya, namun niat itu ku urung kan, rasa segan apalagi sepertinya memang dia pentolan GAM wilayah sini.

“Njoe ayah ka geujak blah GAM! (Ayah kalian sudah menyebrang ke GAM!)”,

GAM adalah sebutan yang lebih familiar untuk Gerakan Aceh Merdeka dikalangan masyarakat Aceh,

“ Jadi awak droeukeuh tinggai ladju inow lam padim uroe njoe karena situasi tungoh panaih bacut, sabab na geupeuplueng Budee !! (Jadi untuk semntara kalian tinggal dirumah saya dulu beberapa hari ini karena situasi sedang panas dilapangan, Dikarenakan Ayah kalian membawa lari senjata dari kesatuannya!)”

Kata bang Imran kepadaku sambil menyeruput kopi panas yang sudah disiapkan oleh kak Deb disela perbincangan kami dan bang Imran. Aku hanya terdiam setelah diberitahukan berita Bapak telah menjadi seorang disertir dari kesatuannya kepada saya oleh bang Imran.

Dipikiranku saat itu bagaimana keadaan Ibu, apakah beliau baik-baik saja karena tadi pagi beliau masih seperti biasa menunggu becak untuk kami berangkat kesekolah, apa yang telah dilakukan oleh Bapak terhadap kesatuannya bertugas, tentu ibu sedang berada dalam tekanan para serdadu yang sedang mengobrak abrik seisi rumah kami di asrama.

“Mak kiban bang ?!! (Ibu gimana bang) ?!!”

Tanyaku pada bang Imran, Sesaat bang imran juga diam tanpa berkata sepatah katapun kepada aku dan Danil, mungkin beliau khawatir akan reaksi kami setelah mendengar kabar tentang ibu, Namun karena desakan Danil bang Imranpun tak mampu lagi menyimpan problema yang sedang dihadapai oleh Ibu saat itu.

“Mak jino tungoh jipeureiksa di Kesatuan! (Ibu kalian sedang di interogasi di Kesatuan Bapak!)’

Aku mulai tertekan mengingat keberadaan kami yang tidak diketahuinya, pasti Ibu sangat terpukul dan sedang menjalani bentakan-bentakan hebat para serdadu yang berada di kesatuan Bapak.

Aku melihat ke arah Danil, namun dia seperti sedang tidak memikirkan kondisi yang sedang terjadi hari itu pada kami, Maklum adikku ini anak bungsu, pemikiran masih anti klimaks dan seperti tak terjadi apa-apa pada kami.

Anda dapat membaca "The Deserters| a Hidden Story in Aceh Conflict Part I" di link berikut :

https://steemit.com/writing/@dilimunanzar/the-life-of-deserters-or-part-1

Aceh-Indonesia

@dilimunanzar

IMG-20180414-WA0028.jpg

Discord Komunitas Steemit Indonesia

Sort:  

sebuah cerita yang mengingatkan kita bagaimana suatu tragedi perjuangan gerakan aceh merdeka (GAM)

Thank you brader supportnya, ya bisa dibilang seperti itu :D

bagai membaca sebuah roman sejarah, sangat layak dibukukan kisah brader @dilimunanzar untuk menjadi sebuah catatan dari fragmen panjang konfik Aceh. Salam.

Terima kasih bang supportnya, sedang mencoba mengumpulkan kepingan yang mulai pudar dari ingatan :D

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.032
BTC 62971.67
ETH 3050.33
USDT 1.00
SBD 3.96